PIMPINAN KOMISARIAT

  PIMPINAN KOMISARIAT IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH
KOMISARIAT FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
PERIODE 2013-2014
Ketua Umum                         :Muhamad Kharisma Ramadhan
Ketua Bidang Keilmuan         :Lina Nur Latifah
Ketua Bidang Ekowir             :Bejo Kahono 
Ketua Bidang Kader               : Anwaruddin Kamal Ibrahim
Ketua Bidang Dakwah           : Halim Ilyasin
Sekretaris Umum                  : Niki Min Hidayati Robbi
Sekretaris Bidang Keilmuan   : 
Sekretaris Bidang Ekowir       :
Sekretaris Bidang Kader         : 
Sekretaris Bidang Dakwah     :
Bendahara Umum                : Nida Nafadhila R
LPJ                                        :Wahib Ramadhan

IMM Saintek Selenggarakan Musyawarah Komisariat III


Segenap pimpinan dan anggota di lingkungan IMM Komisariat Saintek UIN Sunan Kalijaga akan melaksanakan hajatan tahunan, yaitu Musyawarah Komisariat III (Musykom III). Acara ini diselenggarakan di SMP Muhammadiyah 3 Depok Sleman.
Sejak pukul 14.30 siang, panitia sudah sibuk menyiapkan peralatan dan perlengkapan untuk pelaksanaan acara. Menjelang waktu asar, beberapa tamu undangan terlihat hadir di lokasi. Mereka sempat bingung melihat kondisi yang masih sepi. Panitia pun memberi penjelasan bahwa acara pembukaan akan diselenggarakan pada pukul 18.00, sedangkan informasi yang diterima oleh tamu undangan acara pembukaan Musykom III akan diselenggarakan pukul 16.00.

Di antara tamu undangan ada yang memilih untuk pulang terlebih dahulu, sedangkan tamu dari PK IMM Ushuluddin, Lukman, memilih untuk menunggu hingga acara dimulai.
Sehabis shalat Maghrib seluruh peserta dipersilahkan untuk makan malam sambil menunggu peserta yang belum hadir. Setelah makan malam selesai, acara pembukaanpun dimulai dengan dipandu oleh Iim dan Latifah (Ipeh). Diawali dengan lantunan ayat suci al-Quran oleh Afif, acara pembukaan berlangsung dengan khidmat. Dilanjutkan dengan sambutan dari ketua panitia, Haqi. Dalam sambutannya Haqi mengatakan bahwa Musykom kali ini mengambil tema Aktivasi Gerakan Mewujudkan Kader Saintis Islam. Tema ini diharapkan mampu membentuk paradigma baru dalam kepemimpinan ke depan. Sambutan dilanjutkan oleh ketua PK IMM Saintek, Rakhmiyati. Dalam sambutannya ia mengatakan sudah bukan saatnya lagi kuliah berorientasi organisasi, tetapi kegiatan (organisasi) yang harus berorientasi ke kuliah. Apalagi dengan diberlakukan berbagai kebijakan baru di kampus UIN Sunan Kalijaga. Sambutan terakhir disampaikan oleh Ketua PC IMM Sleman yang sekaligus membuka Musykom III. Sambutan yang disampaikan oleh Ariful Amar (Aril) berisi pesan supaya kader-kader Saintek mampu membawa perkembangan di lingkungan IMM Cabang Sleman. Ia sempat mengatakan, “Baru kali ini saya melihat acara pembukaan Musykom sampai kursinya tidak cukup”. Ia menanggapi banyaknya peserta yang hadir sehingga kursi yang ada ruang kelas yang digunakan tidak mencukupi.
Sekitar pukul 20.00, pembacaan tata tertib dimulai dangan dipandu oleh Mufti. Pembacaan tatib sempat memanas ketika membahas pasal yang membahas tentang hak dan kewajiban peserta Musykom. Hal ini dipicu oleh kekecewaan beberapa kader atas ketidakhadiran wakil pimpinan cabang IMM Sleman pada saat itu. Setelah melalui pembahasan cukup alot akhirnya pasal yang mengatur tentang itu tidak jadi dirubah.
Setelah pembacaan tatib selesai, dilanjutkan dengan laporan pertanggungjawaban pengurus. Dipandu oleh Afif, Rakhmiyati (ktua PK IMM Saintek) beserta segenap pimpinan lainnya menyampaikan berbagai macam kebijakan selama periode 2008/2009. Pimpinan yang ikut dalam penyampaian laporan antara lain Imam (sekum), Rizal (bendahara I), Rosyida (bendahara II), Amin (kabid hikmah), Danar (kabid Keilmuan), dan Zayin (sekbid PSDK).
Beberapa tanggapan atas laporan kebijakan disampaikan oleh peserta sidang, terutama kader-kader baru (eks DAD 2008). Tanggapan terbanyak disampaikan kepada bidang hikmah yang dalam penyampaiannya menyebutkan sejumlah program yang belum terlaksana dan bahkan kabidnya tidak tahu kemana dan di mana staff-nya berada. Sedangkan bidang keilmuan mendapat tanggapan atas vakumnya kegiatan diskusi dan penerbitan bulletin. Menurut Danar (kabid keilmuan), kacaunya pengaturan jadwal menyebabkan mandegnya kegiatan tersebut. Bidang PSDK yang diwakili oleh sekbidnya, Zayin, mendapat tanggapan atas laporan yang dianggap ‘manipulasi’, yaitu makrab. Makrab yang disampaikan dalam laporan bidang PSDK sebenarnya bukanlah programnya melainkan program eks DAD Merger ST-Ty-Uy. Akhirnya Zayin memilih untuk mengatakan “pendampingan makrab”.
Sekretaris dan bendahara yang semula ‘adem-ayem’ ternyata juga tak luput dari tanggapan. Sekretaris mendapat tanggapan atas belum jadinya database kader. Sedangkan bendahara dikritik atas tidak adanya RAPB (Rencana Anggaran pendapatan dan belanja).
Meskipun sempat molor juga, akhirnya laporan kebijakan periode 2008/2009 disepakati untuk diterima.
Acara berlanjut dengan siding komisi. Komisi A membahas GBHO, komisi B membahas GBHK, dan komisi C membahas rekomendasi. Hal terpenting yang berhasil dirumuskan adalah penempatan posisi sekretaris dan bendahara masing-masing 1 orang (sebelumnya 2 orang), dibentuknya suatu forum studi untuk membahas sains, dan perubahan nama bidang Pengembangan Sumber Daya Kader (PSDK) menjadi bidang kader.
Setelah sidang komisi dan tatib pemilihan selesai, panlih dengan dibantu ketua umum melaksanakan pemilihan ketua umum baru. Panlih berhasil menjaring 4 calon ketua umum, yaitu Faradlina Mufti, Fardian Imam M, Amin Rosadi, dan Danar Ardian P. Saat para kandidat menyampaikan visi-misinya, ada seorang kandidat, yaitu Danar A.P yang memilih untuk tidak menyampaikan visi dan misinya lalu mengundurkan diri dari arena kampanye. Sehingga calon ketua umum saat itu hanya tinggal 3 nama saja.
Menjelang pagi sekitar pukul 03.00 WIB, pemungutan suara dimulai. Pemungutan diselenggarakan dua putaran. Pada putaran pertama, Imam mengantongi suara terbanyak dengan jumlah 8 suara, disusul Amin dengan 5 suara, dan Mufti dengan 2 suara. Dari hasil tersebut praktis Imam dan Amin harus bertarung lagi di putaran kedua. Hasil akhir pada putaran kedua ini Imam kembali unggul, sehingga ia terpilih sebagai Ketua Umum PK IMM Saintek UIN Sunan Kalijaga.
Sesi selanjutnya adalah pemilihan tim formatur yang bertugas menunjuk sekretaris umum bersama ketua terpilih. Tim yang berjumlah 6 orang ini dibentuk dari kader yang dipilih diantara peserta yang hadir saat itu. Mereka adalah Danar, Rizal, Mufti, Amin, Zayin, dan Haqi. Berdasarkan kesepakatan antara ketua terpilih dan formatur, ditetapkan Afifuddin sebagai sekretaris umum mendampingi Imam.
Selamat Bertugas

Hymne Muhammadiyah, Mars dan Logo IMM


ARTI LAMBANG IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH (IMM)


Bentuk: Perisai Pena, berarti lambang orang yang menuntut ilmu.

Berlapis tiga maknanya : Iman, Islam dan Ikhsan atau Iman, Ilmu dan Amal.


WARNA

Hitam : Kekuatan, ketabahan, dan keabadian.

Kuning : Kemuliaan tujuan.

Merah : Keberanian dalam berfikir, berbuat dan bertanggung jawab.

Hijau : Kesejahteraan.

Putih : Kesucian


GAMBAR

Sinar Muhammadiyah : Lambang Muhammadiyah.

Melati : IMM sebagai kader muda Muhammadiyah

Tulisan dalam pita : Fastabiqul Khairat (berlomba-lomba dalam kebajikan)

Tulisan IMM : Singkatan dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah



------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hymne Muhammadiyah
Sang Surya


Sang surya telah bersinar
Syahadat dua melingkar
Warna yang hijau berseri
Membuatku rela hati

Reff : Ya Allah Tuhan Rabbi ku
Muhammad junjunganku
Al Islam agamaku
Muhammadiyah gerakanku

Di timur fajar cerah gemerlapan
Mengusir kabut hitam
Menggugah kaum muslimin
Tinggalkan peraduan
Lihatlah matahari telah tinggi

Di ufuk timur sana
Seruan ilahi Rabbi
Sami'na wa atha'na

Kembali ke
Reff

----------------------------------
Mars IMM

Ayolah, ayo, ayo
Derap derukan langkah
Dan kibar geleparkan penji-panji
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Sejarah umat telah menuntut bukti

Ingatlah, ingat, ingat
Niat tlah diikrarkan
Kitalah cendekiawan berpribadi
Susila cakap taqwa kepada Tuhan
Pewaris tampuk pimpinan umat nanti

Immawan dan Immawati
Siswa tauladan
Putra harapan
Penyambung hidup generasi

Umat islam seribu zaman
Mendukung cita-cita luhur
Negeri indah adil dan makmur


Menggugat Penetapan Tanggal 20 Mei Sebagai Hari Kebangkitan Nasional

Oleh : Fardian Imam M

Hari ini, tanggal 20 Mei 2009 adalah hari yang diperingati sebagai hari kebangkitan nasional. Seratus satu tahun yang lalu, Dr Soetomo dan Dr Cipto Mangunkusumo mendirikan organisasi Boedi Oetomo (BO) yang dianggap sebagai tonggak pergerakan kebangkitan nasional. Sebelum tahun 1900, ciri perjuangan kemerdekaan di Indonesia masih bersifat kedaerahan dan perlawanan bersenjata.


Setelah itu dimulailah babak baru dalam catatan sejarah perjuangan Indonesia, berdirinya organisasi yang dipelopori oleh golongan intelek di nusantara. Gerakan mereka bukan lagi mengutamakan perlawanan bersenjata dan kedaerahan melainkan perjuangan melalui gerakan non-militer.
Masalah yang kemudian muncul adalah ketika sejumlah tokoh meminta verifikasi mengenai penetapan tanggal 20 Mei sebagai tanggal lahir BO. Menurut mereka, jika ditinjau dari sudut pandang historisitas seharusnya hari kebangkitan nasional adalah 16 Oktober, diambil dari hari tanggal lahir SDI (Sarekat Dagang Islam) yaitu tanggal 16 Oktober 1905.
Dipilihnya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sesungguhnya merupakan suatu penghinaan terhadap esensi perjuangan merebut kemerdekaan yang diawali oleh tokoh-tokoh Islam. Karena organisasi Sarekat Islam (SI) yang lahir terlebih dahulu dari Boedhi Oetomo (BO), yakni pada tahun 1905, yang jelas-jelas bersifat nasionalis, menentang penjajah Belanda, dan mencita-citakan Indonesia merdeka, tidak dijadikan tonggak kebangkitan nasional. Mengapa BO yang terang-terangan antek penjajah Belanda, mendukung penjajahan Belanda atas Indonesia, a-nasionalis, tidak pernah mencita-citakan Indonesia merdeka, dan anti-agama malah dianggap sebagai tonggak kebangkitan bangsa? Ini jelas kesalahan fatal.
“BO tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekan, karena mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. Dan BO tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi saja tidak boleh menjadi anggotanya”, tegas KH. Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro Sarekat Islam.
BO didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan. Perkumpulan ini dipimpin oleh para ambtenaar, yakni para pegawai negeri yang setia terhadap pemerintah kolonial Belanda. BO pertama kali diketuai oleh Raden T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga tahun 1911. Kemudian dia diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo dari Keraton Paku Alam Yogyakarta yang digaji oleh Belanda.




Fakta dibalik keberadaan Boedi Oetomo
Di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertulis “Tujuan organisasi untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. “ Inilah tujuan BO, bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan.
Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereniging berkata: “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya... Sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan. “
Sebuah artikel di ‘Suara Umum’, sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah ‘Al-Lisan’ terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, “Digul lebih utama daripada Makkah, Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya Kiblat!” (M. S) Al-Lisan nomor 24, 1938.

Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo Kecewa dengan BO
Karena BO tidak pernah membahas kebangsaan dan nasionalisme, mendukung penjajahan Belanda atas Indonesia, anti agama, dan bahkan sejumlah tokohnya ternyata anggota Freemasonry. Ini semua mengecewakan dua pendiri BO sendiri yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya akhirnya hengkang dari BO.
Tiga tahun sebelum BO dibentuk, Haji Samanhudi dan kawan-kawan mendirikan Sarekat Islam (SI, awalnya Sarekat Dagang Islam, SDI) di Solo pada tanggal 16 Oktober 1905. “Ini merupakan organisasi Islam yang terpanjang dan tertua umurnya dari semua organisasi massa di tanah air Indonesia”, kata KH. Firdaus AN.
Berbeda dengan BO yang hanya memperjuangkan nasib orang Jawa dan Madura juga hanya menerima keanggotaan orang Jawa dan Madura, sehingga para pengurusnya pun hanya terdiri dari orang-orang Jawa dan Madura. Sifat SI lebih nasionalis, keanggotaan SI terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang mayoritas Islam.
Oleh karena itu, susunan para pengurusnya pun terdiri dari berbagai macam suku seperti: Haji Samanhudi dan HOS. Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera Barat, dan AM. Sangaji dari Maluku.
Guna mengetahui perbandingan antara kedua organisasi tersebut SI dan BO maka di bawah ini dipaparkan perbandingan antara keduanya:

Kelahiran:
-SI (SDI) lahir 3 tahun sebelum BO yakni 16 Oktober 1905,
- BO baru lahir pada 20 Mei 1908,

Tujuan:
- SI bertujuan Islam Raya dan Indonesia Raya,
- BO bertujuan menggalang kerjasama guna memajukan Jawa-Madura (Anggaran Dasar BO Pasal 2).

Sifat:
- SI bersifat nasional untuk seluruh bangsa Indonesia,
- BO besifat kesukuan yang sempit, terbatas hanya Jawa-Madura,

Bahasa:
- SI berbahasa Indonesia, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Indonesia,
- BO berbahasa Belanda, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Belanda

Sikap Terhadap Belanda:
- SI bersikap non-koperatif dan anti terhadap penjajahan kolonial Belanda,
- BO bersikap menggalang kerjasama dengan penjajah Belanda karena sebagian besar tokoh-tokohnya terdiri dari kaum priyayi pegawai pemerintah kolonial Belanda,

Sikap Terhadap Agama:
- SI membela Islam dan memperjuangkan kebenarannya,
- BO bersikap anti Islam dan anti Arab (dibenarkan oleh sejarawan Hamid Algadrie dan Dr. Radjiman)

Perjuangan Kemerdekaan:
- SI memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mengantar bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan,
- BO tidak pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan telah membubarkan diri tahun 1935, sebab itu tidak mengantarkan bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan,

Korban Perjuangan:
- Anggota SI berdesak-desakan masuk penjara, ditembak mati oleh Belanda, dan banyak anggotanya yang dibuang ke Digul, Irian Barat,
- Anggota BO tidak ada satu pun yang masuk penjara, apalagi ditembak dan dibuang ke Digul,

Kerakyatan:
- SI bersifat kerakyatan dan kebangsaan,
- BO bersifat feodal dan keningratan,

Melawan Arus:
- SI berjuang melawan arus penjajahan,
- BO menurutkan kemauan arus penjajahan,


Referensi :
Noer, Deliar. 1980. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta : LP3ES
www.swaramuslim.com

Foto Kegiatan

Arsip Dokumen

PETUNJUK DOWNLOAD
  • Silahkan Klik dokumen yang ingin Anda download, misal LPJ-Musykom III
  • Pada tab baru, akan muncul tampilan berikut ini. Pilih "Unduh Sekarang" seperti gambar di bawah ini

  • Tunggulah sampai hitungan mundur 20 detik selesai. Jangan memilih "Tidak Suka Menunggu?" atau "Click here".

  • Setelah itu akan muncul tampilan seperti di bawah ini, klik tulisan "Download file now"



Al-Quran dan Terjemahannya


Muhammadiyah download

Keputusan Muktamar IMM XIV

Kamus Besar Bahasa Indonesia


Formulir KKN UIN Angkatan 70


Proposal

LPJ

Pedoman Administrasi IMM

Materi Pelatihan Administrasi IMM 2008

Pamflet, leaflet, sticker, sertifikat dan selebaran
TalkShow Upaya Pemurtadan di Indonesia
Amplop Komisariat
Dokumen Lengkap DAD 2006
Formulir DAD
Workshop Ayat-ayat semesta

Workshop "Pengkajian Ilmu Astronomi yang Tersirat dalam Buku Ayat-ayat Semesta"


Kemajuan negara atau bangsa tergantung pada kemampuan negara tersebut dalam mengembangkan iptek, hal ini disampaikan oleh Agus Purwanto, D.Sc dalam acara workshop berjudul “Pengkajian Ilmu Astronomi yang tersirat dalam Buku Ayat-ayat Semesta” tanggal 2 Mei 2009 di teatrikal PBBA UIN Sunan Kalijaga.


Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk usaha segenap kader IMM Komisariat Saintek UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam mengungkap fenomena alam yang terkandung di dalam Alquran. Acara ini dihadiri sekitar 100 peserta, baik dari UIN maupun dari luar UIN.
Dalam kesempatan tersebut, Agus Purwanto, D.Sc yang merupakan doktor fisika luluan Hiroshima University mengungkapkan, saat ini kebanyakan negara-negara muslim atau negara yang berpenduduk mayoritas muslim rata-rata dalam kondisi tertinggal. Hal ini disebabkan masyarakat muslim yang kurang begitu tertarik dengan pembahasan seputar sains dan teknologi. Hal ini diperparah dengan adanya sebagian tokoh agama Islam yang mengeluarkan pendapat tentang sesuatu yang bukan bidangnya. Disebutkan oleh Agus, ada salah seorang tokoh agama yang cukup populer di Jawa Timur. Ia tidak mempunyai pengetahuan mengenai kosmologi, namun ia mengeluarkan pendapat tentang benda-benda langit dan tentu saja ini malah membingungkan umat dan melecehkan ilmu pengetahuan. Belum lagi ketidakpedulian ulama terhadap ayat-ayat kauniyah yang jumlahnya sangat banyak di dalam Alquran dan mereka lebih suka berdebat tentang masalah fiqih. Alumni IMM ITB ini menjelaskan, kalau Indonesia dan negara Islam lainnya tidak mau tertinggal dengan negara-negara barat, maka penguasaan terhadap sains dan teknologi menjadi kunci utamanya.
Dalam acara workshop ini, Agus Purwanto, D.Sc menjelaskan banyak hal yang berkaitan dengan sistem tata surya. Mulai dari terbentuknya galaksi, peredaran benda langit dalam galaksi bima sakti, misi teleskop hubble, hingga masalah penetapan awal bulan qomariyah yang menjadi permasalahan dikalangan umat Islam. Beberapa slide ditampilkan untuk mendukung pembahasan tersebut. Selain slide, pembicara juga memutar video yang menceritakan sistem tata surya kita dan misi teleskop hubble ke ruang angkasa.

Satu hal yang menarik dari pembahasan panjang di atas adalah penetapan awal bulan qomariyah. Agus Purwanto yang notabene adalah ahli hisab di kalangan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim menjelaskan mengapa dirinya secara pribadi lebih menyetujui metode hisab yang dipakai Muhammadiyah dibandingkan yang lain. Menurutnya, metode yang dipakai Muhammadiyah dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Ciri khas yang dimiliki metode hisab model Muhammadiyah antara lain penggunaan angka nol derajat saat wujudul hilal sebagai batas pergantian hari. Pembicara sempat menyinggung masalah penggunaan batas minimal 2 derajat yang disepakati bersama oleh Pemerintah RI bersama Malaysia dan Brunei Darussalam dalam Mabims. Sampai saat ini asal usul digunakannya angka 2 belum dapat dapat dibuktikan secara ilmiah maupun secara syar’i. Beberapa negara di Timur Tengah dan Amerika menggunakan standar yang berbeda untuk menetapkan kriteria masuk bulan baru, kebanyakan menggunakan batas 4 dan 6 derajat. Padahal secara astronomis bulan baru bisa dilihat dengan mata telanjang setelah ketinggian 9 derajat.
Masalah penetapan awal bulan qomariyah cukup menggelitik perasaan doktor fisika ini. Beliau mengusulkan agar penghitungan bulan qomariyah menggunakan patokan bulan purnama. Munulnya bulan purnama dijadikan acuan untuk menghitung mundur penetapan awal bulan. Metode ini sering dipakai oleh komunitas nelayan di Jepang (di Indonesia sebenarnya juga ada). Menurutnya dalam Al Quran pun telah disebutkan adanya petunjuk untuk menggunakan bulan purnama, yaitu dalam Surat Al Insyiqaaq (84) ayat 18 yang artinya :
“dan dengan bulan apabila jadi purnama,”
Metode hisab model Muhammadiyah pun bukan berarti bebas dari kelemahan. Peredaran bulan yang berubah-ubah membuat posisinya juga berubah ketika menempati waktu yang sama dan tempat yang sama. Untuk kasus Indonesia, garis ketinggian hilal membelah nusantara seperti garis diagonal. Dimana wilayah yang berada di bawah garis diagonal sudah wujud (ketinggian hilal 1 derajat) sedangkan daerah di atas garis masih -1 derajat. Sehingga untuk wilayah Indonesia pun tetap ada peluang perbedaan awal bulan jika menggunakan metode Hisab model Muhammadiyah.
Saat pembahasan masalah ini, ada peserta (mahasiswa Fakultas Saintek UIN) yang bertanya sampai ‘eyel-eyelan’ dengan pembicara, bahkan ia sampai maju ke depan untuk menjelaskan apa yang ia pahami. Ia pun akhirnya mundur ke tempat duduknya setelah diberi penjelasan secara rinci oleh pembicara.
Acara diakhiri dengan pembagian doorprize yang disponsori oleh Penerbit Mizan.(pan)

Profil IMM

Sejarah Kelahiran IMM

Ada dua faktor yang mendasari kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang terdapat dalam diri Muhammdiyah itu sendiri, sedangkan faktor ekstrenal yaitu faktor yang datang dari luar Muhamadiyah, khususnya umat Islam dan umumnya apa yang terjadi di Indonesia.Sejarah Kelahiran IMM

Ada dua faktor yang mendasari kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang terdapat dalam diri Muhammdiyah itu sendiri, sedangkan faktor ekstrenal yaitu faktor yang datang dari luar Muhamadiyah, khususnya umat Islam dan umumnya apa yang terjadi di Indonesia.

Faktor Internal, sebenarnya lebih dominan dalam bentuk motivasi idealis, yaitu suatu motif untuk mengembangkan ideologi Muhammadiyah, yakni faham dan atau cit-cita Muhammadiyah, sebagaimana kita ketahui bahwa Muhammadiyah pada hakekatnya adalah sebuah wadah (organisasi) yang cita-citanya, atau yang maksud dan tujuannya yaitu menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam, hingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai oleh Allah swt, (AD Muhamadiyah Bab II Pasal 3, saat itu). Dan dalam merefleksikan cita-citanya ini, muhammadiyah mau tidak mau harus bersinggungan dengan lapisan masyarakat yang beraneka ragam; ada masyarakat petani, ada masyarakat pedagang, masyarakat padat karya, msyarakat administratif, dan lain-lain termasuk di dalamnya masyarakat mahasiswa.

Persingguhan Muhamadiyah dalam menyaatalaksanakan maksud dan tujuannya, terutama terhadap masyarakat mahasiswa, cara dan tekhnisnya bukan secara langsung terjun menda’wai dan mempengaruhi mahasiswa yang berarti orang orang muhammadiyah khususnya para mubalighnya terjun ke kampus-kampus. Tetapi, dalam upaya ini, muhammadiyah memakai teknis dan taktik yang jitu, yaitu dengan menyedikan fasilitas yang memungkinkan bisa menarik animo mahasiswa untuk mempergunakan fasilitas yang disiapkannya.

Pada mulanya, para mahasiswa yang bergabung atau yang mengikuti jejak langkah Muhammadiyah oleh Muhammadiyah dianggapnya cukup bergabung dengan organisasi otonom yang telah ada dalam hal ini yaitu Nasyiatul Aisisyiah (NA) bagi yang putri (mahasiswa) dan pemuda muhammadiyah bagi yang mahasiswa. NA didirikan oleh Muhammadiyah/Aisisyah pada tanggal 27 dzulhijjah 1349 H/16 Mei 1931 M. Sedangkan pemuda Muhammadiyah berdiri pada tanggal 25 Dzulhijah tahun 1350 H/bertepan dengan tanggal 2 mei 1932.

Anggapan Muhamadiyah tersebut lahir pada saat muktamar muhammadiyah ke-25 (kongres seperempat abad kelahiran muhammadiyah) tahun 1936 di jakarta, yang pada saat ini dihembuskan pula cita-cita besar muhammadiyah untuk mendirikan universitas atau perguruan tinggi muhammadiyah, yang pada saat itu PP Muhamadiyah diketuai oleh KH. Hisyam (periode 1933-1937). Dapat dikatakan, bahwa anggapan dan pemikiran mengenai perlunya menghimpun mahasiswa yang sehaluan dengan muhammadiyah yaitu sejak kongres muhamamdiyah ke 25 tahun 1936 di Jakarta.

Namun demikian, keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa Muhammadiyah tersebut, akhirnya, para mahasiswa diberbagai Universitas/PT Negeri yang secara ideologis beritiba pada Muhamamadiyah, senang atau tidak senang, terpaksa bergabung dengan NA atau Pemuda muhammadiyah. Dan untuk perkembangan berikutnya, mereka yang di NA dan yang di pemuda Muhammadiyah atau Hisbul Wathan, merasa perlu adanya perkumpulan mahasiswa, yang secara khusus anggotanya terdiri dari mahasiswa Islam, dan alternatif yang mereka pilih, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang berdiri pada tahun 1947. di HMI inilah para mahasiswa yang Muhamadiyah bergabung bahkan turut aktif merintis dan mendirikan serta mengembangkannya. Bahkan sampai konon, ada tokoh muhammadiyah yang menyebutkan bahwa HMI adalah anak Muhamamdiyah, dalam arti membawa ideologi Muhamamdiyah. Prof. Dr. Afran Pane, seorang pencetus ide berdirinya HMI adalah orang Muhamadiyah yang diberi tugas khusus untuk menggiring HMI kepada pemahaman atau cita-cita dan ideologi keagamaan yang dianut Muhamadiyah, yang pada akhirnya memang ternyata banyak tokoh muhamadiyah yang turut aktif mengelola dan membina HMI.

Dahulu muhamadiyah secara kelembagaan turut mengembangkan HMI, baik dari segi moral maupun dari segi material. Yang di sebut terakhir ini, yakni muhammadiyah secara material turut membiayai aktivitas HMI dihampir setiap kongres atau aktivitasnya, terbukti dari hasil lacakan terhadap arsip-arsip PP Muhaamdiyah dan lembaga - lembaga amal usaha muhamamdiyah (terutama PTM-PTM dan Rumah sakit). Disinilah, sekali lagi bahwa bukan HMI yang turut menelorkan tokoh-tokoh dalam muhamamdiyah, muhamadiyah yang dulu turut aktif mengendalikan HMI.

Kenapa Muhamadiyah membantu perkembangan HMI ? di atas sudah disinggung, bahwa HMI dulu dirintis dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh pemuda muhamadiyah, yang diharapkan supaya HMI tetap konsisten dengan faham keagamaan yang dianut muhamadiyah untuk dikemudian dikembangkan dikalangan mahasiswa Islam. Namun akhirnya, HMI tidaklah seperti yang diharapkan oleh muhamamdiyah. Penekanan independensi yang dikembangkan HMI lama kelamaan tidak sesuai dengan independen yang dikehendaki muhamadiyah. Independensi HMI sekarang cenderung lebih liberal dalam segala aspek, segala aliran yang ada dalam sejarah teologi Islam bisa masuk ke dalam tubuh HMI. Sehingga ada kesan lain bahwa dalam HMI ada orang yang beraliran Asy’ariyah, ada yang beraliran Syiah, ada yang beraliran Mu’tazilah, ada pula yang beraliran nasionalisme, sekularisme, fluralisme, dan lain-lain. Sementara dalam muhamadiyah tidaklah demikian independensi muhamadiyah yang ditekankan pada kebebasan berpendapat tetapi kesatuan dalam berideologi Islam (baca Al-Quran-Sunnah), sehingga dalam Muhamadiyah tidak ada mazhab Syafi’i tidak ada mazhab Hambali, tidak ada pula mazhab-mazhab yang lain.

Melihat perekembangan HMI yang kian meluncur ke alam kebebasan ideologi tersebut, pimpinan pusat muhamadiyah memandang perlu menyelematkan kader-kader muhamadiyah yang masih berada dalam jenjang pendidikan atau pendidikan tinggi. Pada tangal 18 November 1955, muhamadiyah baru bisa membuktikan cita-citanya untuk mendirikan perguruan Tinggi yang sesungguhnya dicita-cita sejak tahun 1936. Dan dengan didirikannya perguruan Tinggi ini, maka PP. Pemuda Muhamadiyah melalui struktur kepemimpinannya dibentuk departemen pelajar dan mahasiswa, atau suatu departemen dimaksudkan untuk menampung pelajar dan mahasiswa muhammadiyah. Muktamar Pemuda Muhamadiyah ke-1 di Palembang pada tahun 1956, diantara keputusannya ditetapka yaitu “Langkah ke depan Pemuda Muhamamdiyah tahun 1956-1959”, dan dalam langkah ini ditetapkan pula usaha untuk menghimpun pelajar dan mahasiswa muhamadiyah, agar kelak menjadi pemuda muhamadiyah dan atau warga muhammadiyah yang mampu mengemban amanah.

Untuk lebih merealisasikan usaha PP muhammadiyah tersebut, maka lewat Konpida (Konferensi Pimpinan Daerah Pemuda Muhamadiyah ) se-Indonesia tanggal 5 shafar 1381 H/8 Juli 1961 M. Di Surakarta, antara lain memutuskan untuk mendirikan IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah). PP Pemuda Muhammadiyah, saat berlangsungnya Konpida ini, belum berhasil melahirkan organisasi khusus dikalangan mahasiswa muhamadiyah. Saat ini, masih ada argumentasi bahwa untuk mahasiswa muhammadiyah yang kurang berminat dalam struktur Pemuda Muhamadiyah yang diperbolehkan duduk dalam kepemimipinan atau keanggotaan Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Dan memang kepemimpinan IPM periode awal bahkan sampai sekarang lebih didominir oleh mereka yang sudah jadi mahasiswa, khususnya untuk ditingkat cabang, daerah dan wilayah serta pusat. Mereka yang masih berstatus sebagai pelajar seolah hanya boleh untuk kepemimpinan ditingkat ranting/kelompok.

Sehubungan dengan semakin berkembanganya perguruan tinggi Muhammadiyah dalam hal ini fakultas hukum dan filsafat di padang panjang yang berdiri pada tanggal 18 Nopember 1955 tetapi kemudian sehubungan adanya peristiwa PRRI kedua fakultas tersebut mandeg, dan kemudian berdiri di Jakarta dengan nama perguruan tinggi pendidikan guru yang kemudian setelah melalui kemajuan-kemajuan berganti dengan nama IKIP. Tahun 1958 fakultas yang serupa dibangun pula di Surakarta, di Yogyakarta berdiri Akademi Tabligh Muhamadiyah Jakarta. Jelasnya sejak tahun 1960, mulailah kegitan pendidikan Tinggi atau perguruan Tinggi Muhammadiyah berkembang, dan mahasiswa perguruan Tinggi muhamamdiyah pun mulai membanyak. Lantas pada tahun 1960-an inilah mulai santer ide-ide tentang perlunya penanganan khusus bagi mahasiswa muhamadiyah, dan pimpinan pusat pemuda Muhamadiyah pun mulai segera memikirkannya.

PP Pemuda Muhamadiyah yang oleh PP Muhamamdiyah dan amanat mukatamr ke 1-nya di Palembang (1965) dibebani tugas untuk menampung para mahasiswa yang seideologi dengan Muhammadiyah, segera membentuk “study Group” yang khsusus untuk mahasiswa. Dan dari studi ini, kemudian setelah melihat perkembangannya, dijadikanlah departemen yang khusus untuk mengembangkan study group ini. Sementara itu, para mahasiswa Universitas Mhammadiyah dari berbagai kota seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Medan, Ujung Pandang, dan Jakarta, menjelang Mukatamar Muhamadiyah Setengah Abad tahun 1962 di Jakarta, mereka mengadakan kongres mahasiswa muhammadiyah di Yogyakarta. Dan kongres inilah semakin santer upaya para tokoh Pemuda Muhamadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan supaya berdiri sendiri. Pada anggal 15 Desember 1963 mulai diadakan penjajagan, didirikannya lembaga Da’wah mahasiswa yang dkoordinir oleh Ir. Margono, dr. Soedibyo Markus dan Drs. Rosyad Sholeh. Sedangkan ide pembentukannya yaitu dari Drs. Moh Djasman yang saat itu duduk sebagai sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah.

Sementara itu, desakan untuk segera membentuk organisasi khusus mahasiswa muhammadiyah, datang pula dari para mahasiswa Muhamadiyah yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z. Suherman M. Yasin, Sutrisno Muhdam, dan lain-lain yang saaat itu temasuk pula pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dengan semakin banyaknya desakan tersebut, maka PP Muhamadiyah segera memohon restu kepada PP Muhamadiyah yang saat itu diketuai oleh H. A. Badawi, dengan penuh bijaksana dan ke’arifan, akhirnya PP Muhamadiyah menerima usulan untuk mendirikan organisasi yang khusus untuk mahasiswa Muhammadiyah. Drs. Moh Djasman selaku saat itu mengusulkan nama yang tepat yaitu Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM), tepat pada tanggal 29 Syawal 1384 H/14 Maret 1964, PP Muhammadiyah menunjuk Drs. Djasman sebagai formatur tunggal dengan anggota-anggotanya A. Rosyad Sholeh, Soedibyo Markus, Moh. Arief Zukabir, Sutrisno Mihdam, Syamsu Udaya Nurdin, Nurwijoyo Sarjono, Basri Tambun, Fatuhrahman, Soemarwan, Ali Kiyai Demak, Sudar, M. Husni Thamrin, M. Susanto, Siti Ramlah, Deddy Abu Bakar.

Sehubungan dengan hal tersebut, selama ini kita mengenal bahwa pendiri IMM adalah Moh. Djasman Al-Kindi tetapi yang benar, Moh. Djasman, adalah hanya seorang koordinator dan sekaligus ketua pertama. Sedangkan pendirinya, dalam pimpinan pusat Muhammadiyah atas desakan atau usulan kongres Mahasiswa Muhamadiyah yang dilaksanakan oleh pimpinan pusat Pemuda Muhamadiyah yang saat itu ketua umum M. Fachurazi dan sekretaris Umum Moh Djasman. Kemudian Moh Djasman sebagai koordinator bersama anggota-anggotanya sebagaimana tersebut di atas itulah yang menggiring Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) melaksankan Munas (mu’tamar) I tanggal 1-5 Mei 1965, yang menelorkan Deklarasi Kota Barat (Solo) 1965 yang isi deklarasi tersebut yaitu :
1. IMM adalah gerakan mahasiswa Islam
2. Kepribadian Muhamdiyah, adalah landasan perjuangan muhamadiyah
3. Fungsi IMM, adalah sebagai gerakan eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (stabilisator dan dinamisator)
4. Ilmu, adalah amaliyah IMM dan amal adalah ilmiyah IMM
5. IMM adalah organisasi yang sah mengindakan segala hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah negara yang berlaku
6. Amal IMM, dilahirkan dan diabadikan untuk kepentingan agama, Nusa dan bangsa.

Selanjutnya, termasuk juga faktor intern dalam melahirkan Ikatan Mahasiswa (IMM) yaitu adanya motivasi etis dikalangan keluarga besar Muhamadiyah, dalam usaha mencapai maksud dan tujuan muhamadiyah, seluruh jajaran keluarga besar muhamadiyah. Dalam usaha mencapai maksud dan tujuan muhamadiyah, seluruh jajaran keluarga besar muhamadiyah, baik yang berada dalam kepemimpinan ataupun yang masih jadi anggota dan simpatisan, baik yang berada dalam kelas orang tua, kelas orang muda, kelas remaja maupun kelas anak-anak, semuanya harus mampu hidup dalam lingkungannya dengan mengetahui sekaligus memeliharannya. Bagi para mahasiswa muhamadiyah, yang berada ((berkuliyah) di dalam perguruan Tinggi Muhammadiyah maupun perguruan lainnya, dengan motivasi etis ini harus memahami lingkungan tempat (kampus) perkuliannya. Sehingga, dengan motivasi etis ini harus memahami lingkungan tempat (kampus) perkuliyahannya. Sehinga, dengan motivasi etis ini, mereka (para mahasiwa Muhamadiyah) terdorog untuk melakukan da’wah amar ma’ruf nahi mungkar, yang salah satu jalannya yaitu mengajak teman-temannya untuk ikut serta mencipta diri sebagi orang yang bersedia membantu mewujudkan masyarakat yang diinginkan oleh muhammadiyah, yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi agma Islam yang bersumber langsung al-Quran dan sunah rasulullah SAW. Penegasan motivasi etis ini, sesungguhnya merupakan interpretasi rasional dari pada yang dikehendaki Alah SWT lewat firman-Nya yang antara lain terdapat dalam al-Qur’an surat Al-imran : 104.

2. Faktor eksternal, yang dimaksudkan faktor ini, yaitu sebagian telah disebut di atas, yaitu faktor diluar muhammadiyah, baik yang terjadi dalam diri umat Islam secara umum, maupun yang terdapat dalam sejarah pergolakan bangsa Indonesia. Yang terjadi dikalangan umat Islam, yaitu masih menyuburnya tradisi-tadisi yang sesungguhnya tidak lagi cocok dengan ajaran Islam murni khususnya dan juga tidak lagi sesui dengan perkembangan zaman. Di sana sini umat Islam, termasuk dikalangan mahasiswanya masih terlena dengan pratek-praktek peribadatan yang penuh dengan bid’ah, khurafat, dan tahayull. Kepercyaan-kepercayaan mantra-mantra para dukun masih membudaya, terhadap tempat-tempat yang dianggap kramat pun masih digemari, terhadap fatwa-fatwa para kiyai yang sesungguhnya kadang kala tidak di landasi dalil-dalil qathi masih dianggap sebagai fatwa-fatwa para kiyai yang sesungguhnya kadangkala tidak dilandasi dalil-dalil qathi masih dianggap sebagai fatwa yang suci, dan masih banyak lagi aktifitas ritualis yang mencerminkan siskritistik dan bahkan animastik.
Dampak yang jelas ada gara-gara budaya masyarakat Islam termasuk mahasiswa yang seperti tersebut itu, adalah semakin menancapnya keterbelakangan dan atau kebodohan. Sehingga, kendatipun negara saat itu sudah merdeka, tapi kemerdekaanya masih dalam arti sempit. Asal mereka sudah sholat, zakat, puasa, beres, tidak ada masalah. Ancaman ideologis komunis, yang sesungguhnya sangat berbahaya bagi keutuhan beragama dan bernegara, masih diabaikan. Mereka, lantaran pengaruh-pengaruh dari kepercayaan-kepercayaan dan keterbelakangan serta kebodohannya itu, banyak sekali yang tergelincir terjun sekaligus menjadi pendukung setia ideologi komunis itu. Akibatnya, kemarajelalan komunis semakin menampak dan mengikat, yang gilirannya Bung Karno sebagai presiden kelihatan benar-benar tergoda oleh bujuk rayu kominis. Yang giliran berikutnya partai-partai Islam di segel bahkan dibubarkan. Masyumi sendiri susah kena getahnya begitu pula PSI (Partai Sosialis Islam) dibubarkan pada tahun 1960.

Di samping itu, pergolakan organisasi-organisasi mahasiswa di tahun 1950-an sampai terjadinya G.30 S/PKI 1965, kelihatan menemui jalan buntu dalam mempertahankan partisipatifnya dalam era kemerdekaan RI, terutama sejak kongres mahasiswa Indonesia 8 Juni 1947 di Malang yang terdiri dari HMI, PMKRI, PMKI, PMJ, PMD, MMM, PMKH, dan SMI (Himpunan Mahasiswa Islam, Persatuan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia, Persatuan Mahasiswa Kristen Indoenesia, Persatuan Mahasiswa Jogja- Djakarta, Masyarakat Mahasiswa Malang, Persatuan Mahasiswa Kedokteran Hewan, Serikat Mahasiswa Indonesia), yang kemudian berfungsi menjadi PPMI (Perserikatan Perhimpunan - Perhimpunan Mahasiswa Indoensia). Dan PPMI yang independen ini pada mulanya memang kompak sebagai penggalang kekuatan anti imperealisme, tetapi setelah melaksanakan konferensi mahasiswa Asia Afrika di Bandung 1957 yang merupakan prestasi puncak dari PPMI, masing-masing organisasi memisahkan diri. Ini, gara-gara dalam tubuh PPMI pada tahun 1958 telah menerima anggota baru yaitu : CGMI (Selundupan dari PKI). Badan kongres Mahasiswa Indoensia (BKMI) yang terdidiri dari selain PPMI yaitu : PMID (Persatuan Mahasiswa Idonesia Djakarta) HMD (Himpunan Mahisiswa Djakarta), MMB (Masayarakat Mahasiswa Bogor) PMB (Perhimpunan Mahsiswa Bandung) GMS (Gerakan Mahasiswa Surabaya) dan GMM (Gerkan Mahasiswa Makasar), gara-gara CGMI, maka banyak yang memisahkan diri dari PPMI tersebut, akhirnya, masing-masing usur bercerai-berai mencari keselamatan sendiri-sendiri bahkan konon akhirnya banyak pula yang membubarkan diri sebelum PKI membubarkannya, atau jelasnya yaitu karena pengaruh-pengaruh yang lahir dari CGMI dan atau PKI sejak tahun di masukinya yaitu 1958 maka akhirnya disekitar bulan oktober 1965 setelah PKI dilumpuhkan PPMI secara resmi membubarkan diri.

Sesungguhnya sebelum PPMI membubarkan diri, antara tahun 1964-1965 masing-masing organisasi mahasiswa yang berfungsi ke dalam PPMI yaitu : PMID, HMD, MMD, PMB, GMS, GMM, HMI, PMKRI, PMKI/GMKI, PMD, PMI, PMKH, dan SMI) tersebut saling djorjoran atau sok revolusioner, terutama setelah CGMI (PKI) masuk ke dalamnya. CGMI (PKI) kelihatan semakin besar pengaruh dan kemampuanya untuk membujuk para penguasa termasuk Bung Karno. HMI yang saat itu juga turut berlomba merevolusionerkan diri mejadi sasaran CGMI/PKI yang akhirnya HMI hampir-hampir rampuh karena memang PKI dalam hal ini para pendukungnya senantiasa mengeluarkan yel-yel untuk supaya HI dibubarkan. dengan demikian, HMI pun semakin bringas untuk memperkokoh sayangya, semakin gesit bertindak membela diri dengan keluyuran ke sana kemari mencari pembela untuk memperkuat supaya dirinya tidak mempan terhadap serangan PKI yang berusaha membubarkannya.

Pada saat-saat HMI semakin terdesak itulah Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah (IMM) lahir tepatnya yaitu pada tanggal 29 syawal 1384H/14 Maret 1964 M. Inilah sebabnya ada persepsi yang keluar bahwa IMM lahir untuk persiapan sebagai penampung anggota-anggota HMI manakala terjadi dibubarkan. Persepsi yang keliru ini menghubung-hubungkan HMI dengan Muhamadiyah sebagaimana tersebut di atas, bahwa HMI pada mulanya didirikan oleh orang-orang Muhammadiyah maka kalau HMI dibubarkan secara otomatis muhamadiyah harus menyediakan wadah lain selain HMI. Logikanya, menurut persepsi ini berarti IMM tidak perlu lahir karena tenyata HMI berhasil mempertahankan diri dan tidak jadi dibubabarkan oleh PKI.

Jelas, kalau diperhatikan, sejarah pergolakan organisasi-organisasi mahasiswa yang secara singkat tersebut diatas, maka anggapan dan atau klaim yang mengatakan bahwa IMM lahir karena HMI akan dibubarkan adalah anggapan yang keliru dan anggapan yang lahir karena kurang cerdas dalam memberi interpretasi terhadap fakta dan data sejarah. Sebliknya justru yang benar dan rasional, yang berlandaskan fakta dan data sejarah, adalah bahwa kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhamdiyah salah satu faktor historisnya yaitu, untuk membantu eksistensi HMI supaya tidak mempan dengan usaha-usaha PKI yang akan membubarkannya. Sekali lagi, bahwa kelahiran IMM salah satu maksudnya adalah untuk membantu dan atau turut serta mempertahankan HMI dari usaha-usaha komunis yang berniat jahat mau membubarkan HMI. Dan ini, sesui denga sifat IMM itu sendiri yang akan senantiasa bekerjasama dengan organisasi mahasiswa Islam lainnya dalam upaya beramar ma’ruf Nahi Mungkar yang jadi prinsip dasar perjuangannya.

Itulah sejarah kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhamdiyah (IMM) yang dapat kita lacak dari segi intern maupun segi ekstern. Hasil lacakan ini jelas memberi ilmu kepada segenap peminat sejarah IMM untuk meyakinkan diri bahwa IMM lahir memang merupakan kebutuhan bangsa dan negara guna turut berpartisipasi aktif dalam rangka mengisi dan memberi bobot kemerdekaan republik Indoensia di bawah naungan Pancasila dan UUD 1945.

Karena IMM merupakan kebutuhan intern dan ekstern itu pulalah, maka tokoh-tokoh Pemuda Muhamadiyah yang sebelumnya bergabung dengan HMI mereka kembali sekaligus membina dan mengembangkan Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah. Dari sini, ada klaim bahwa IMM dilahirkan oleh HMI. Jelas, klaim inipun keliru mereka yang dulu turut mengembangkan HMI, disebabkan karena IMM belum dilahirkan. Dan keterlibatan mereka dengan HMI, hanyalah sekedar mengembangkan ideologi Muhamadiyah. Bukti nyata niat mereka ini yaitu bahwa untuk dan setelah sekian lama mereka bergabung dengan HMI ternyata HMI yang suah dimasuki oleh kalangan mahasiswa dari berbagai unsur ormas ke-Islaman itu pada akhirnya berbeda bahkan berbeda dengan orientasi Muhammdiyah.Karennya, satu hal yang wajar kalau kemudian mereka berbalik atau kembali ke Muhamadiyah sekaligus turut mengembangkan IMM. Walaupun tidak semuanya begitu tetapi ini satu hal yang susah untuk dihindari, hampir disetiap daerah, termasuk DKI Djakarta, DIY, Riau, Unjung Pandang (Sulsel), Sumbar, dll, di sana ada yang telah bergabung dengan HMI kemudian hijrah ke IMM yang lahir kemudian.

Yang perlu dicatat untuk mengikut klaim tersebut yaitu para aktifis-aktifis PP Pemuda Muhamadiyah dan NA yang ikut mengusahakan berdiri atau lahirnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, adalah mereka yang betul-betul tidak pernah terlibat dalam aktifitas HMI, atau tidak pernah masuk HMI atau tidak pernah bergabung dengan HMI. Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah murni didirikan oleh PP Muhamadiyah yang pada saat itu diketuai oleh H. A. Badawi.

Sejak lahir —14 Maret 1964 (29 Syawwal 1384), IMM sudah mengambil 3 wilayah gerakan, yakni memfokuskan pada keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. Gagasan untuk mengambil peran kemasyarakatan itulah yang membedakan IMM dengan organisasi mahasiswa lainnya. Ketika itu sebagian besar gerakan mahasiswa hanya concern di bidang kemahasiswaan dan keagamaan saja. Bahkan sebagian ada yang mengambil peran kebangsaan atau politik, yang itu kemudian berujung pada kematian organisasi dan pembusukan gerakan dakwah.
Untuk lebih memahami apa dan bagaimana IMM, berikut penegasan identitas IMM yang ditanda tangani oleh KH. Ahmad Baidawi;
1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa (sosial) Islam;
2. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM.
3. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah.
4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi yang sah yang mengindahkan segala hukum dan undang undangan, peraturan serta dasar dan falsafah negara.
5. Menegaskan bahwa kerangka fikir kader adalah ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah;
6. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lillahi ta’ala dan seenantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Dari penegasan identitas di atas dapat diketahui bahwa; pertama, IMM merupakan gerakan mahasiswa Islam; kedua, IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (atau lebih dikenal sebagai Ortom). Sementara itu kita dapat menemukan pula bahwa epistemologi berfikir IMM adalah ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah. Dan poin terakhir kita dapat mengetahui landasan gerakan IMM, yakni lillahi ta’ala dan seenantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Secara umum IMM memiliki tiga bentuk pergerakan; 1) IMM sebagai gerakan Mahasiswa; 2) IMM sebagai gerakan dakwah; dan 3) IMM sebagai organisasi kader. IMM sebagai Gerakan Mahasiswa (GM) bergerak secara kritis, menjadi oposisi penguasa, membela rakyat mustad’afîn. IMM sebagai Gerakan Dakwah (GD), lebih dimaksudkan menjadi garda perjuangan umat Islam. Menghadirkan doktrin Tuhan yang melangit ke bumi. Menjadikan Qur’an berbicara tentang kemanusiaan, kemerdekaan dan pembebasan. IMM sebagai Organisasi Kader (OK), berperan menciptakan akademisi Islam yang siap menjadi pemimpin, baik untuk Ikatan, Persyarikatan Muhammadiyah, dan tanah air tercinta ini.
Dalam AD/ART sudah ditegaskan bahwa tujuan IMM adalah mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Kalau Muhammadiyah dalam Muktamar di Malang yang lalu mengusung visi Pencerahan Peradaban, maka tugas IMM adalah membentuk akademisi Islam yang berahlak mulia untuk pencerahan peradaban.
Yang diinginkan dari Akademisi Islam yang berakhlak mulia adalah dekonstruksi sepirit egoisme beragama. Kita hidup bukan untuk mencari surga, namun disuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran. Tidak ada satupun ayat dalam Qur’an yang memerintahkan kita hidup di dunia untuk mengejar surga. Yang ada tegakan sholat, keadilan, berbuat yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Adapun surga dan neraka hanya merupakan ganjaran, dan bukan tujuan.

Para Pendiri IMM

Komposisi Dewan Pimpinan Pusat Produk Musyawarah Nasional (mu’tamar) ke-1 ini di Solo yaitu sebagai berikut :

Ketua Umum : Mohammad Djazman Al-Kindi
Wakil Ketua : A. Rosyad Sholeh
Wakil Ketua : Moh. Amien Rais
Wakil Ketua : Soedibjo Markoes
Wakil Ketua : Zainuddin Sialla
Wakil Ketua : Sofyan Tanjung
Wakil Ketua : Marzuki Usman
Sekretaris Jenderal : Sjamsu Udaya Nurdin
Wakil Sekjen : Bahransjah Usman
Wakil Sekjen : Sugiarto Qosim
Bendahara Umum : Abuseri Dimiyati
Anggota-Anggota : Mohammad Arief
Yahya A. Muhaimin
Ummi Kalsum
Aida saleh
Sukiriyono
Zulkabir
Tabrani Dris
Zulfaddin Hanafiah
N. Adnan Razak
Djaginduang Dalimunthe
Bachtiar Achsan
Muhammad Ichsan
Biro Organisasi dan Kader : A. Rosyad Sholeh
Biro Politik dan Lembaga Pengembangan Ilmu (LPI) : Moh. Amien Rais
Yahya A. Muhaimin
Departemen Penerangan : Marzuki Usman
Departemen Keputrian : Ummi Kalsum
Aida Saleh
Lembaga Penyiaran Islam : Soedibjo Markoes
Moh. Arief
Departemen Kesejahteraan Lembaga Seni dan Budaya : Abdul Hadi WM

Falsafah Gerakan

Kesadaran kolektif yang menggerakkan roda organisasi berporos pada akar falsafah ekstistensinya. Untuk itu, falsafah gerak merupakan representasi kesadaran historis yang mengisi semangat zaman pada konteksnya. Secara verbal, abstraksi falsafah gerak tersebut dapat ditemukan pada setiap rumusan identitas, hakekat maupun tujuan kehadiran sebuah organisasi. Yang disadari sejak awal adalah bahwa rumusan-rumusan itu merupakan rancang bangun dari imajinasi kolektif. Inilah seruan primordialitas setiap gerakan yang dalam term new social movement dikenal dengan theology of hope ini dipicu oleh keyakinan ideologis yang berbasis keyakinan agama.
Dalam kaitan ini, wancana moralitas, kebebasan dan tanggung jawab intelektual merupakan diskursus fundamental dalam gerakan-gerakan sosial, termasuk di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Tri kompetensi dasar kader (spiritual, inteletual, humanitas) merupakan wancana identitas yang harus terus mendapat afirmasi sekalugus konfrontasi dari problem-problem kesejahteraan sehingga menemukan jasad imajinasi untuk membumikan theology of hope Ikatan. Kalau kita menyusuri berbagai dokumen, piagam pernyataan maupun deklarasi IMM akan ditemukan satu penegasan bahwa IMM adalah gerakan kemahasiswaan Islam yang menempatkan diri pada garda gerakan moral-intelektual berbasis kerakyatan (populer intellectual).
Membicarakan falsafah gerakan moral dalam wancana theology of hope mendesakkan sebuah kajian kritik sejarah untuk mengungkap beban-beban historis serta tanggungjawan profetik kelahiran IMM. Pemaknaan gerakan moral akan dengan sendirinya meniscayakan pergeseran, modifikasi bahan perubahan konsep yang radikal. Selama ini, moralitas biasa dilekatkan dengan pandangan keagamaan yang dominan padahal bersifat parsial, misalnya mainstream fikih dan teologi. Tafsir moralitas ini menimbulkan efek domino terhadap penyempitan ruang kebebasan dan kekaburan tanggung jawab intelektual. Sehingga yang terjadi ialah artikulasi gerakan moral intelektual IMM sering berada pada ruang hampa yang kosong dari pemihakan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat banyak.
Gagasan moralitas dalam gerakan sosial tidak bisa dilepaskan dari cita-cita kebebasan itu sendiri. Pengungkit gerakan yang akan menyingkap tabir-tabir anomali sosial terletak pada moralitas kebebasan. Namun proses kaderisasi yang selama ini dijalankan telah menyisakan semacam doktrin bahwa moralitas kebebasan harus disubordinasikan oleh otoritas tertentu (baca: tafsir keagamaan). Dengan ungkapan lain, kebebasan tidak bisa keluar dari wilayah-wilayah otoritas keagamaan yang sebenarnya interpretatif. Alan Wolfe dalam Moral Freedom (2002:200) menyatakan :

Moral freedom involves the sacred as well the profane; it is freedom over the things that matter most. The ulimate implication of the idea of moral freedom is not that people are created in the image of adalah higher authority has to tailor its commandments to the needs of real people.

Falsafah moralitas dan kebebasan dalam theology of hope ikatan seharusnya melampaui wilayah normativitas menuju kancah sosial empirik yang menjadi medan kebutuhan dasar manusia. Selama ini artikulasi gerakan intelektual IMM terlalu dominan berkutat pada ranah moralitas teks dan belum bersinggungan dengan kepentingan praksis-liberatif-emansifatoris. Padahal falsafah keberimanan kader ikatan ialah ilmu adalah amaliah, dan amal adalah ilmiah. Sehingga keilmiahan amal sosial kader IMM hanya bisa di ukur oleh skala kepentingan publiknya. Menyitir hadist Nabi Muhammad, sebaik-baiknya manusia adalah orang yang memiliki nilai manfaat untuk masyarakat.
Dengan begitu, theology of hope IMM adalah komitmen kemanusiaan melalui artikulasi intelektual yang berbasis kerakyatan. Pada hakekatnya, falsafah gerakan memanifestasikan hasrat imajinasi pada kurun tertentu. Menginjak usia ke 40 tahun sudah saatnya IMM melakukan penegasan identitas sekaligus radikalisasi imajinasi yang berorientasi pada pembebasan, pencerahan, dan advakasi anomali-anomali sosial untuk konteks kekinian, sebagaimana diingatkan Noam Chomsky;

Identitas IMM

Bismillahirrahmanirrahim

Untuk terus mengembangkan hidup dan kehidupan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah serta amal geraknya maka perlu ditegaskan identitas IMM sebagai berikut :
- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah organisasi kader yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyrakatan dan kemahasiswaan dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
- Sesuai dengan gerakan Muhammadiyah maka Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah memantapkan gerakan dakwah di tengah-tengah masyarakat khususnya di kalangan mahasiswa.
- Setiap anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus mampu memadukan kemampuan ilmiah dan akidah.
- Oleh karena setiap anggota harus tertib dalam ibadah, tekun dalam study dan mengamalkan ilmunya untuk menyatalaksanakan ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Allah SWT.

PENJELASAN IDENTITAS IMM

I. Pengalaman sejarah mengajarkan kepada kita bahwa suatu organisasi didalam melintasi perjalanan hidupnya akan bergerak secara mantap apabila identitas atau kepribadiannya atau syakhsyiahnya nampak jelas dan tegas.
Selama identitas itu masih kabur maka “raison de etre” dari organisasi itu akan tetap dipersoalkan yakni apakah organisasi itu mampu menjawab tantangan jamannya atau tidak. Selain itun masih juga dipersoalkan apakah organisasi itu dengan identitasnya Assuoh benar-benar dikembangkan untuk merealisir idea kelahirannya.
Hal seperti ini berlaku pula dengan ikatan kita, yang bertujuan mebentuk akademisi islam yang berkahlaq mulia dalam rangka mewujudkan tujuan muhammadiyah, maka perlu identitas dirumuskan dalam suatu formulasi yang jelas, namun harus diingat bahwa identitas ini harus inherent dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sejak ia lahir di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia.
Dalam pada itu harus diingat pula identitas dengan adanya identitas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang telah dirumuskan di atas sama sekali tidak tergantung makana bahwa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah memiliki kepribadian berbeda dengan kepribadian Muhammadiyah, sehingga seolah-olah memiliki kepribadian ganda. Kepribadian Muhammadiyah adalah secara concerent juga kepribadian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, akan tetapi karena fungsi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai exponen mahsiswa dalam tubuh Muhammadiyah memiliki ciri-ciri khusus.
Dan sebagai Ikatan dari Mahasiswa Muhammadiyah ia juga memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari perkumpulan mahasiswa lainnya. Ciri-ciri khusus yang membedakannya dari organisasi mahasiswa lain itulah yang dirumuskan dalam identitas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
II. Dalam gerak perjuangan didalam bidang keagamaan, kemasyrakatan dan kemahasiswaan untuk mencapai tujuan Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah telah meletakkan beberapa dasar falsafah, bagi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dasar falsafah yang dipegang adalah :
- Semua amal geraknya harus diabdikan untuk Allah semata.
- Keikhlasan harus senantiasa menjadi landasan geraknya.
- Ridho Allah SWT, harus menjadi ghayah terakhirnya, karena tanpa ridho-Nya tidak akan pernah ada sesuatu hasilnya yang bisa dicapai.
- Tenaga perbuatan (power of action) sangatlah menentukan karena nasib kita akan banyak tergantung akan usaha dan perbuatan kita sendiri.
- Falsafah Al-Ghayatu yabarriru al-washilah atau apa yang disebut “the oad justifies the means” haruslah disingkirkan jauh-jauh karena tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi yang berpegang teguh pada ajaran nilai-nilai Islam penyakit kelelsuan berorganisasi atau perebutan jabatan dalam organisasi tidak bolah terjadi karena tujuan akhir perjuangan kita sekali lagi adalah ridho Allah dan bukan selainnya. Keikhlasan berjuang memang sengaja ditekankan, karena itu merupakan pokok bagi keberhasilan usaha kita, disamping itu selalu menjadi benteng yang kuat terhadap penyakit-penyakit patah semangat dan lain-lain kiranya sangat baik rangkaian kata-kata berikut selalu kita ingat :
- Semua orang pada hakekatnya mati kecuali yang berilmu.
- Semua yang berilmu akan bingung kecuali yang beriman.
- Semua yang beriman akan rugi, kecuali yang beramal shaleh.
- Semua yang beramal shaleh akan kecewa dan menyesal, kecuali yang ikhlas.
III. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah organisasi kader, jadi bukan organisasi massa. Pengertian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi kader harus ditafsirkan bahwa setiap Mahasiswa yang akan menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tidak cukup hanya dengan memehami dan menyetujui AD dan ART Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah saja, akan tetapi ia harus bersedia dan sanggup mendukung secara aktif cita-cita dan program organisasi serta selalu berusaha untuk melaksanakan tuntutan-tuntutannya.
Konsekuensi logis dari watak organisasi kader yang demikian adalah mutlaknya pelaksanaan konsolidasi, kaderisasi dan kristalisasi yang bagi IMM 3 K merupakan organisasi “pourtujuors” atau kegiatan rutin bagi dirinya selain itu pengertian IMM kader ialah Muhammadiyah yakni intelegensia atau ulama yang akan menjadi tulang punggung dari pergerakan di lingkungan Muhammadiyah, IMM adalah pelopor, pelangsung, dan pelaksana amal usaha Muhammadiyah.
IV. Sikap daripada gerakan IMM adalah sama dengan Muhammadiyah, yakni gerakan adkwah islamiyah (amar makruf nahi mngkar). Sudah barang tentu usaha serta perjuangannya adalah sesuai dengan keadaan/kadar kemampuannya. Dalam uasaha-usaha yang besar, ia harus menggabungkan kekuatannya dengan Muhammadiyah, bahkan kadang-kadang harus sudah puas menjadi kekuatan suplementer bagi Muhammadiyah, pola-pola gerakan IMM pada pokoknya juga sama dengan perjuangan Muhammadiyah yakni :
- Pembinaan aqidah
- Penyebar luas ilmu ajaran-ajaran islam,
- Penyatalaksanaan amalan-amalan islam.
V. Setiap anggota IMM harus sanggup memadukan kemampuan ilmiah dan aqidah Islam penjelasan dari pengertian ialah bahwa selama studi setiap anggota IMM harus berusaha mencapai kemapuan ilmiah dibidangnya masing-masing sebaik mungkin sambil mengintegrasikan kemampuan ilmiah itu dengan aqidah guna persiapan perjuangan diamas depan. Oleh karena perjuangan yang panjang yang sesungguhnya (yakni lebih berat) akan kita hadapi di masa past studi atau setelah berakhirnya mahasiswa/kuliah. Kemampuan yang dipadukan dengan aqidah yang kokoh kiranya akan menentukan penyelamatan Islam dizaman modern ini. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa salah satu permasalahan sentral yang dihadapi dunia Islam dan umatnya dari serbuan isme-isme, kultur dan perdaban non Islam terutama yang datang dari barat. Biasanya masyarakat Islam dalam menghadapi serbuan itu terpecah menjadi tiga golongan :
- Pertama : kaum konservatif, yang berpendirian umat islam bisa menyelamatkan dirinya dari pengaruh-pengaruh non Islam asal mau tetap berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional yang sudah ada. Demikian pula gaya dan cara yang sudah estabished harus tetap diawetkan, karena dengan (hanya) inilah kemurnian Islam dijaga.
- Kedua : kaum dinamis yang beranggapan bahwa karena umat Islam sudah ketinggalan zaman dibandingkan dengan bangsa-bangsa barat maka, untuk mengejar ketingglan itu jalan satu-satunya adalah bersumber cultur barat dari semua segi-seginya. Mudah kita bayangkan kaum modernis ini kehilangan identitasnya sebagai islam kendatipun masih mendewakan dirinya sebagai seorang muslim tulen.
- Ketiga : kaum renaissance yang berkeyakinan bahwa islam pasti bisa menjawab persoalan-persoalan zaman asalkan umat islam sendiri sanggup menegakkan islam secara konsekuen. Kaum ini selalu berusaha menterjemahkan ajaran-ajaran islam menjadi realistis ditengah-tengah masyarakat modern, tidak isolatip dan tidak pula apriori terhadap kultur barat.

Jadi keharusan setiap anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dalam tertib ibadah dan tekun dalam studi, taqwa dalam pengabdiannya kepada Allah SWT. Ibadah adalah masalah pokok dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah terutama didalam kifayahnya yang benar senantiasa berjamaah. Kita harus sanggup melenyapkan kenyataan yang begitu ironis dilingkungan kita. Tekun dalam studi diharapkan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah mampu menyelesaikan studi dengan kapasitas yang baik dan tepat waktu.

Terakhir, pengalaman ilmu bagi kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merupakan kewajiban belajar (menuntut Ilmu), oleh karena trilogi kita adalah belajar, beramal, berjuang.

Anggaran Rumah Tangga (ART)

ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART)
IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH

BAB I
WAKTU DAN LAMBANG

Pasal 1
Milad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah tanggal 14 Maret

Pasal 2 –ada perubahan-
1. Lambang IMM sebagaimana tersebut dalam Anggaran Dasar pasal 6 adalah sebagai berikut dengan ukuran 1 berbanding 2,5.
Ada gambarnya
2. Penjelasan tentang lambang IMM di atur dalam pedoman organisasi.

BAB II
KEANGGOTAAN

Pasal 3
Anggota Biasa
1. Yang dapat diterima menjadi anggota biasa adalah:
a. Mahasiswa yang sedang menempuh perkuliahan di perguruan tinggi atau yang setingkat.
b. Mahasiswa yang telah menyelesaikan perkuliahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 1 huruf (a) paling lambat 2 (dua) tahun setelah yudisium atau maksimal usia 30 tahun.
2. Prosedur menjadi anggota biasa :
a. Calon anggota harus mengikuti dan dinyatakan lulus pengkaderan Darul Arqam Dasar.
b. Permintaan menjadi anggota biasa diajukan secara tertulis oleh Pimpinan Komisariat kepada Dewan Pimpinan Daerah.
c. Apabila permintaan menjadi anggota diterima, kepadanya diberikan Kartu Tanda Anggota oleh Dewan Pimpinan Daerah atas nama DPP IMM.
d. Bentuk tanda anggota ditentukan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
e. Setiap 6 (enam) bulan sekali DPD melaporkan database keanggotaan kepada Dewan Pimpinan Pusat.
f. Bagi Calon Anggota yang berasal dari Organisasi Otonom Muhammadiyah, syarat keanggotaan diatur oleh Peraturan Khusus yang dibuat oleh DPP.

Anggota IMM tidak boleh merangkap pada organisasi ekstra kampus yang sejenis

Pasal 4
Anggota Luar Biasa
1. Anggota luar biasa adalah alumni IMM yang telah memenuhi kriteria seperti anggota biasa sebagaimana pasal 3 dan mendukung gerakan dakwah Muhammadiyah.
2. Anggota luar biasa atas usulan pimpinan cabang dan ditetapkan oleh DPD.

Pasal 5
Anggota Kehormatan
1. Anggota kehormatan adalah orang yang berasal dari luar kalangan IMM yang telah memberikan kontribusi luar biasa pada ikatan.
2. Anggota kehormatan dapat diusulkan oleh pimpinan IMM pada tingkat dimana yang bersangkutan berada setelah dipertimbangkan dan ditetapkan DPP IMM.

Pasal 6
Hak dan Kewajiban
1. Anggota biasa berhak menyatakan pendapat, suara, memilih dan dipilih.
2. Kewajiban anggota biasa adalah:
a. Mempelajari dan mengamalkan kepribadian dan khittah perjuangan Muhammadiyah.
b. Menjadi tauladan utama bagi mahasiswa.
c. Tunduk dan taat kepada keputusan organisasi, peraturan-peraturan dan menjaga nama baik IMM.
d. Turut melaksanakan dan mendukung usaha-usaha organisasi.
e. Membayar iuran anggota yang besarnya ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat.

Pasal 7
Pemberhentian Anggota

Keanggotaan berhenti karena:
1. Meninggal dunia.
2. Permintaan sendiri.
3. Keputusan Dewan Pimpinan Daerah atas usulan Pimpinan Cabang karena pelanggaran terhadap aturan dan ketentuan organisasi.
4. Keputusan Dewan Pimpinan Daerah tentang pemberhentian anggota sesuai pasal 7 ayat 3 hanya dapat dilaksanakan setelah :
a. Diadakan penelitian oleh Pimpinan Cabang;
b. Diberikan peringatan oleh Pimpinan Cabang secara tertulis;
c. Dilakukan skorsing oleh Pimpinan Cabang, apabila peringatan tersebut pada pasal 7 ayat 4 huruf (b) tidak diindahkan;
d. Anggota yang diberhentikan oleh Dewan Pimpinan Daerah diberi kesempatan membela diri dalam musyawarah yang diadakan oleh Dewan Pimpinan Daerah.


BAB III
SUSUNAN ORGANISASI

Pasal 8
Komisariat
1. Pembentukan dan pengesahan serta ketentuan luas teritorial komisariat ditetapkan dengan surat keputusan Dewan Pimpinan Daerah atas usul Pimpinan Cabang yang bersangkutan.
2. Komisariat berkewajiban melaksanakan usaha-usaha organisasi untuk menghimpun, membina dan meningkatkan kualitas serta menyalurkan bakat dan minat anggotanya untuk kepentingan organisasi.

Pasal 9 ada perubahan
Cabang
1. Cabang dibentuk oleh Dewan Pimpinan Pusat, terdiri dari sekurang kurangnya 2 (dua) komisariat yang telah disahkan. Tawaran ada 4 komisariat.
2. Pembentukan dan pengesahan serta ketentuan luas teritorial cabang ditetapkan dengan surat keputusan Dewan Pimpinan Pusat atas usul Dewan Pimpinan Daerah yang bersangkutan.
3. Pimpinan Cabang dapat membentuk Koordinator Komisariat (KORKOM) dengan mengadakan Rapat Pleno yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) unsur pimpinan cabang dan 2 (dua) orang perwakilan pimpinan komisariat.


Pasal 10
Daerah
1. Daerah dapat dibentuk oleh Dewan Pimpinan Pusat terdiri dari sekurang kurangnya 3 (tiga) cabang yang telah disahkan.
2. Pembentukan dan pengesahan serta ketentuan luas teritorial daerah ditetapkan dengan surat keputusan Dewan Pimpinan Pusat atas usul Musyawarah Daerah dan setelah mendengar pertimbangan calon Dewan Pimpinan Daerah yang bersangkutan.

BAB IV
PIMPINAN

Pasal 11
Syarat-syarat Pimpinan.
Syarat-syarat untuk dapat dicalonkan dan dipilih sebagai Pimpinan Ikatan:
1. Syarat Umum
a. Telah menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
b. Setia kepada asas, tujuan dan perjuangan ikatan dan persyarikatan.
c. Taat kepada garis kebijaksanaan pimpinan ikatan dan pimpinan persyarikatan.
d. Mampu membaca Al-Qur’an secara tartil.
e. Mampu dan cakap melaksanakan tugas.
f. Dapat menjadi tauladan utama dalam organisasi terutama dalam bidang akhlaq dan beribadahnya.
g. Tidak merangkap dengan pimpinan atau anggota partai dan, tawaran atau organisasi politik.
h. Berpengalaman dalam memimpin ikatan setingkat di bawahnya, kecuali untuk Pimpinan Komisariat.
i. Bersedia berdomisili di kota, dimana sekretariat berkedudukan jika terpilih menjadi pimpinan.
j. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri sipil.

2. Syarat-syarat khusus bagi Dewan Pimpinan Pusat
a. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
b. Telah lulus pengkaderan Darul Arqam Paripurna.


3. Syarat-syarat khusus bagi Dewan Pimpinan Daerah.
a. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
b. Telah lulus pengkaderan Darul Arqam Madya.
4. Syarat-syarat khusus bagi Pimpinan Cabang.
a. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
b. Telah lulus pengkaderan DAM.
5. Syarat-syarat khusus bagi Pimpinan Komisariat.
a. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
b. Telah lulus pengkaderan DAD.

Pasal 12
Pemberhentian Pimpinan
Berhentinya pimpinan karena :
1. Berakhirnya status masa jabatan.
2. Berhalangan tetap.
3. Permintaan sendiri.
4. Melanggar konstitusi ikatan dan persyarikatan.

Pasal 13
Dewan Pimpinan Pusat
1. Dewan Pimpinan Pusat disusun oleh formatur yang dipilih oleh Muktamar.
2. Dewan Pimpinan Pusat memimpin organisasi, mentanfidzkan keputusan serta mengawasi pelaksanaannya.
3. Untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari yang bersifat administratif, Dewan Pimpinan Pusat mengangkat Sekretaris Eksekutif.
4. Untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya Dewan Pimpinan Pusat dapat membentuk Badan Pimpinan yang diserahi tugas dan menyelenggarakan pekerjaan khusus.
5. Struktur Dewan Pimpinan Pusat terdiri dari 1 (satu) orang Ketua Umum, 1 (satu) orang Sekretaris Jenderal, 1 (satu) orang Bendahara Umum, 9 (sembilan) orang Ketua bidang, 9 (sembilan) orang sekretaris dan 2 (dua) orang bendahara.

Pasal 14
Dewan Pimpinan Daerah
1. Dewan Pimpinan Daerah disusun oleh formatur yang dipilih oleh Musyawarah Daerah dan disahkan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
2. Dewan Pimpinan Daerah adalah wakil Dewan Pimpinan Pusat di daerahnya.
3. Dewan Pimpinan Daerah dapat membentuk Badan pimpinan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
4. Dewan Pimpinan Daerah harus memberikan laporan kepada Dewan Pimpinan Pusat sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali dan atau apabila ada hal-hal yang dianggap perlu.
5. Struktur Dewan Pimpinan Daerah terdiri dari 1 (satu) orang Ketua Umum, 1 (satu) orang Sekretaris umum, 1 (satu) orang Bendahara umum, 9 (sembilan) orang Ketua bidang, 9 (sembilan) orang Sekretaris bidang dan 2 (dua) orang Wakil bendahara.
6. Dalam keadaan tertentu Struktur Dewan Pimpinan Daerah sekurang-kurangnya terdiri dari 11 (sebelas) orang Badan Pimpinan Harian.

Pasal 15
Pimpinan Cabang
1. Pimpinan Cabang disusun oleh formatur yang dipilih oleh Musyawarah Cabang dan disahkan oleh Dewan Pimpinan Daerah.
2. Pimpinan Cabang memberikan laporan kepada Dewan Pimpinan Daerah sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan atau apabila ada hal-hal yang dianggap perlu.
3. Struktur Pimpinan Cabang terdiri dari 1 (satu) orang Ketua umum, 1 (satu) orang Sekretaris umum, 1 (satu) orang Bendahara, 7 (tujuh) orang Ketua bidang, 7 (tujuh) orang Sekretaris bidang dan 2 (dua) orang Wakil bendahara.
4. Dalam keadaan tertentu Struktur Pimpinan Cabang sekurang-kurangnya terdiri dari 10 (sepuluh) orang Badan Pimpinan Harian.

Pasal 16
Pimpinan Komisariat
1. Pimpinan Komisariat disusun oleh formatur yang dipilih oleh Musyawarah Komisariat dan disahkan oleh Pimpinan Cabang.
2. Pimpinan Komisariat memberikan laporan kepada Pimpinan Komisariat sekurang- kurangnya 3 (tiga) bulan sekali dan atau apabila ada hal hal yang dipandang perlu.
3. Struktur Pimpinan Komisariat terdiri dari 1 (satu) orang Ketua umum, 1 (satu) orang Sekretaris umum, 1 (satu) orang Bendahara umum, 7 (tujuh) orang Ketua Bidang, 7 (tujuh) orang Sekretaris Bidang dan 2 (dua) orang Wakil bendahara.
4. Dalam keadaan tertentu Struktur Pimpinan Komisariat sekurang-kurangnya terdiri dari 10 (sepuluh) orang Badan Pimpinan Harian.

Pasal 17
Unsur Pembantu Pimpinan
1. Unsur Pembantu Pimpinan terdiri dari Lembaga Semi Otonom (LSO) dan Lembaga Otonom (LO).
2. Lembaga Semi Otonom adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan sebagian tugas pokok IMM.
3. Lembaga Otonom adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan tugas pendukung IMM.
4. Unsur Pembantu Pimpinan dibentuk dan sahkan oleh Pimpinan yang bersangkutan.
5. Ketentuan tentang pembentukan dan tugas Unsur Pembantu Pimpinan diatur dalam Peraturan Organisasi.

Pasal 18
Pemilihan Pimpinan
1. Pemilihan dilakukan secara langsung. Bebas, rahasia, jujur dan adil.
2. Pelaksanaan pemilihan pimpinan dilakukan oleh Panitia Pemilihan yang dibentuk dan ditetapkan oleh pimpinan masing-masing tingkatan bersama pimpinan dibawahnya melalui rapat pleno untuk satu kali pemilihan.
3. Pelaksanaan pemilihan pimpinan diatur berdasarkan tata tertib pemilihan pimpinan yang ditetapkan oleh Tanwir dan telah ditanfidzkan oleh Dewan Pimpinan Pusat

Pasal 19
Pergantian dan Perubahan Pimpinan
1. Pimpinan IMM yang telah habis masa jabatannya tetap menjalankan tugasnya sampai dilakukan serah terima jabatan dengan pimpinan yang baru.
2. Dalam satu masa jabatan, dapat dilakukan perubahan pimpinan.
3. Perubahan pimpinan diatur dalam peraturan khusus yang ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
4. Setiap pergantian dan perubahan pimpinan IMM harus menjamin adanya peningkatan efisiensi dan efektifitas jalannya kepemimpinan.

BAB V
PERMUSYAWARATAN

Pasal 20
Muktamar
1. Muktamar dilaksanakan oleh dan atas tanggung jawab Dewan Pimpinan Pusat.
2. Muktamar dihadiri oleh :
a. Peserta
1) Badan Pimpinan Harian Dewan Pimpinan Pusat.
2) Wakil Dewan Pimpinan Daerah masing-masing 4 (empat) orang.
3) Wakil Pimpinan Cabang masing-masing 2 (dua) orang.
b. Peninjau
1) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Organisasi Otonom Muhammadiyah Tingkat Pusat, masing-masing 2 (dua) orang.
2) Mereka yang diundang oleh Dewan Pimpinan Pusat.
3. Peserta Muktamar berhak menyatakan pendapat, memilih dan dipilih serta memiliki hak 1 (satu) suara. Peninjau Muktamar berhak menyatakan pendapat.
4. Ketentuan tentang waktu dan tempat pelaksanaan serta agenda Muktamar ditetapkan oleh Tanwir.
5. Acara Pokok Muktamar :
a. Laporan Dewan Pimpinan Pusat tentang :
1) Kebijakan Dewan Pimpinan Pusat.
2) Organisasi.
3) Keuangan.
4) Pelaksanaan keputusan Muktamar/Tanwir.
b. Penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
c. Penyusunan Garis-garis Besar Haluan Organisasi, Garis-garis Besar Haluan Kerja, dan Program Kerja.
d. Pemilihan Ketua Umum dan Formatur Dewan Pimpinan Pusat.
e. Masalah-masalah umum IMM yang bersifat urgen.
f. Rekomendasi.
6. Ketentuan tentang tata tertib Muktamar dibuat oleh Dewan Pimpinan Pusat dan disahkan oleh Muktamar.
7. Pada waktu berlangsungnya Muktamar dapat diselenggarakan acara atau kegiatan pendukung yang tidak mengganggu jalannya Muktamar.
8. Selambat-lambatnya sebulan setelah muktamar, Dewan Pimpinan Pusat harus menyampaikan hasil keputusan tentang acara pokok Muktamar kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mendapat pengesahan.
9. Apabila sampai satu bulan sesudah penyerahan hasil keputusan Muktamar belum ada jawaban dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, maka keputusan dianggap sah.
10. Selambat-lambatnya dua bulan setelah Muktamar, keputusan Muktamar harus ditanfidzkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan selanjutnya disosialisasikan ke Dewan Pimpinan Daerah se-Indonesia.
11. Keputusan Muktamar tetap berlaku sampai diubah atau dibatalkan oleh Muktamar berikutnya.

Pasal 21
Tanwir
1. Tanwir dilaksanakan oleh dan atas tanggung jawab Dewan Pimpinan Pusat.
2. Tanwir dihadiri oleh :
a. Peserta
1) Badan Pimpinan Harian Dewan Pimpinan Pusat.
2) Unsur Pembantu Pimpinan Tingkat Pusat yang jumlahnya ditentukan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
3) Wakil Dewan Pimpinan Daerah masing masing 4 (empat) orang.
b. Peninjau
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Organisasi Otonom Muhammadiyah Tingkat Pusat, masing-masing 1 (satu) orang.
3. Acara Pokok Tanwir :
a. Laporan kebijakan Dewan Pimpinan Pusat dalam memimpin dan melaksanakan keputusan Muktamar.
b. Masalah-masalah mengenai kepentingan umum organisasi yang tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsungnya Muktamar.
c. Mempersiapkan tempat dan acara yang akan datang.
4. Ketentuan tentang tata tertib Tanwir dibuat oleh Dewan Pimpinan Pusat dan disahkan oleh Tanwir.
5. Pada waktu berlangsungnya Tanwir dapat diselenggarakan acara atau kegiatan pendukung yang tidak mengganggu jalannya Tanwir.
6. Selambat-lambatnya sebulan setelah Tanwir, Dewan Pimpinan Pusat harus menyampaikan hasil Keputusan Tanwir kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mendapatkan pengesahan.
7. Apabila sampai satu bulan sesudah penyerahan hasil keputusan Tanwir belum ada jawaban dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, maka keputusan dianggap sah.
8. Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Tanwir, keputusan Tanwir harus ditanfidzkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan selanjutnya disosialisasi ke Dewan Pimpinan Daerah se-Indonesia.
9. Keputusan Tanwir mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan tetap berlaku sampai diubah atau dibatalkan oleh Tanwir atau Muktamar kemudian.

Pasal 22
Musyawarah Daerah
1. Musyawarah Daerah, disingkat Musyda dilaksanakan oleh dan atas tanggung jawab Dewan Pimpinan Daerah.
2. Musyawarah Daerah dihadiri oleh :
a. Peserta
1) Badan Pimpinan Harian Dewan Pimpinan Daerah.
2) Wakil Pimpinan Cabang masing-masing 4 (empat) orang.
3) Wakil Pimpinan komisariat masing-masing 2 (dua) orang.
4) Wakil Dewan Pimpinan Pusat 1 (satu) orang.
b. Peninjau
1) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Pimpinan Organisasi Otonom Muhammadiyah Tingkat Propinsi, masing-masing 2 (dua) orang.
2) Mereka yang diundang oleh Dewan Pimpinan Daerah.
3. Peserta Musyda berhak menyatakan pendapat, memilih dan dipilih serta memiliki hak 1 (satu) suara. Peninjau Musyda berhak menyatakan pendapat.
4. Ketentuan tentang waktu dan tempat pelaksanaan serta agenda Musyda ditetapkan oleh Rapat Pleno diperluas Dewan Pimpinan Daerah.
5. Acara Pokok Musyawarah Daerah :
a. Laporan Dewan Pimpinan Daerah tentang :
1) Kebijakan Dewan Pimpinan Daerah.
2) Organisasi.
3) Keuangan.
4) Pelaksanaan keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah Daerah serta Instruksi dan ketentuan Dewan Pimpinan Pusat.
b. Penyusunan program IMM periode berikutnya.
c. Pemilihan Ketua Umum dan Formatur Dewan Pimpinan Daerah.
d. Masalah-masalah umum IMM yang bersifat urgen dalam daerah.
e. Rekomendasi.
6. Ketentuan tentang tata tertib Musyda dibuat oleh Dewan Pimpinan Daerah dan disahkan oleh Musyawarah Daerah.
7. Pada waktu berlangsungnya Musyda dapat diselenggarakan acara atau kegiatan pendukung yang tidak mengganggu jalannya Musyda.
8. Selambat-lambatnya sebulan setelah Musyda, Dewan Pimpinan Daerah harus menyampaikan hasil keputusan tentang acara pokok Musyda kepada Dewan Pimpinan Pusat untuk mendapat pengesahan.
9. Apabila sampai 1 (satu) bulan sesudah penyerahan hasil keputusan Musyda belum ada jawaban dari Dewan Pimpinan Pusat, maka keputusan dianggap sah.
10. Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Musyda, keputusan Musyda harus ditanfidzkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan selanjutnya disosialisasikan ke Pimpinan Cabang di tempatnya masing-masing.
11. Keputusan Musyda tetap berlaku sampai diubah atau dibatalkan oleh Musyda berikutnya.

Pasal 23
Musyawarah Cabang
1. Musyawarah Cabang, disingkat Musycab dilaksanakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Cabang.
2. Musyawarah Cabang dihadiri oleh :
a. Peserta
1) Badan Pimpinan Harian (BPH) dan Unsur Pembantu Pimpinan Cabang.
2) Wakil Pimpinan Komisariat masing-masing 4 (empat) orang.
3) Wakil Dewan Pimpinan Daerah 1 (satu) orang.
b. Peninjau
Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Pimpinan Organisasi Otonom Muhammadiyah Tingkat Kota/Kabupaten, masing-masing 2 (dua) orang diundang oleh pimpinan cabang.
3. Peserta Musycab berhak menyatakan pendapat, memilih dan dipilih serta memiliki hak 1 (satu) suara. Peninjau Musycab berhak menyatakan pendapat.
4. Ketentuan tentang waktu dan tempat pelaksanaan serta agenda Musycab ditetapkan oleh Rapat Pleno diperluas Pimpinan Cabang.
5. Acara Pokok Musyawarah Cabang:
a. Laporan Pimpinan Cabang tentang :
1) Kebijakan Pimpinan Cabang.
2) Organisasi.
3) Keuangan.
4) Pelaksanaan keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang serta instruksi dan ketentuan Pimpinan di atasnya.
b. Penyusunan program IMM periode berikutnya.
c. Pemilihan Ketua Umum dan Formatur Pimpinan Cabang.
d. Masalah-masalah umum IMM yang bersifat urgen dalam Cabang.
e. Rekomendasi.
6. Ketentuan tentang tata tertib Musycab dibuat oleh Pimpinan Cabang dan disahkan oleh Musycab.
7. Pada waktu berlangsungnya Musycab dapat diselenggarakan acara atau kegiatan pendukung yang tidak mengganggu jalannya Musycab.
8. Selambat-lambatnya sebulan setelah Musycab, Pimpinan Cabang harus menyampaikan hasil keputusan tentang acara pokok Musycab kepada Dewan Pimpinan Daerah untuk mendapat pengesahan.
9. Apabila sampai 1 (satu) bulan sesudah penyerahan hasil keputusan Musycab belum ada jawaban dari Dewan Pimpinan Daerah, maka keputusan dianggap sah.
10. Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Musycab, keputusan Musycab harus ditanfidzkan oleh Pimpinan Cabang dan selanjutnya disosialisasikan ke Pimpinan Komisariat di wilayah masing-masing.
11. Keputusan Musycab tetap berlaku sampai diubah atau dibatalkan oleh Musycab berikutnya.

Pasal 24
Musyawarah Komisariat
1. Musyawarah Komisariat, disingkat Musykom dilaksanakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Komisariat.
2. Musyawarah Komisariat dihadiri oleh:
a. Peserta
1) BPH Pimpinan Komisariat.
2) Seluruh Anggota Komisariat.
3) Wakil Pimpinan Cabang 1 (satu) orang.
b. Peninjau
Mereka yang diundang oleh Pimpinan Komisariat.
3. Peserta Musykom berhak menyatakan pendapat, memilih dan dipilih serta memiliki hak 1 (satu) suara. Peninjau Musykom berhak menyatakan pendapat.
4. Ketentuan tentang waktu dan tempat pelaksanaan serta agenda Musykom ditetapkan oleh Rapat Pleno Pimpinan Komisariat.
5. Acara Pokok Musyawarah Komisariat:
a. Laporan Pimpinan Komisariat tentang:
1. Kebijakan Pimpinan Komisariat
2. Organisasi
3. Keuangan
4. Pelaksanaan keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang, Musyawarah Komisariat serta Instruksi dan ketentuan Pimpinan di atasnya.
b. Penyusunan program IMM periode berikutnya.
c. Pemilihan Ketua Umum dan Formatur Pimpinan Komisariat.
d. Masalah-masalah umum IMM yang bersifat urgen dalam Komisariat.
e. Rekomendasi.
6. Ketentuan tentang tata tertib Musykom dibuat oleh Pimpinan Komisariat dan disahkan oleh Musykom.
7. Pada waktu berlangsungnya Musykom dapat diselenggarakan acara atau kegiatan pendukung yang tidak mengganggu jalannya Musykom.
8. Selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah Musykom, Pimpinan Komisariat harus menyampaikan hasil keputusan tentang acara pokok Musykom kepada Pimpinan Cabang untuk mendapat pengesahan.
9. Apabila sampai 15 (lima belas) sesudah penyerahan hasil keputusan Musykom belum ada jawaban dari Pimpinan Cabang, maka keputusan dianggap sah.
10. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Musykom, keputusan Musykom harus ditanfidzkan oleh Pimpinan Komisariat.
11. Keputusan Musykom tetap berlaku sampai diubah atau dibatalkan oleh Musykom berikutnya.

Pasal 25
Keputusan Musyawarah
1. Keputusan Permusyawaratan diusahakan diambil dengan musyawarah untuk mufakat.
2. Apabila keputusan permusyawaratan terpaksa dilakukan dengan pemungutan suara, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak mutlak, yaitu setengah lebih satu dari jumlah peserta yang memberikan hak suara.
3. Pemungutan suara atas seseorang atau masalah yang penting dapat dilakukan secara tertulis dan rahasia, atau secara langsung.
4. Apabila dalam pemungutan suara terdapat jumlah suara yang sama banyak, maka pemungutan suara diulangi dengan memberi kesempatan masing-masing pihak untuk menambah penjelasan. Apabila setelah tiga kali pemungutan suara ternyata hasilnya tetap sama atau tidak memenuhi syarat pengambilan keputusan pembicaraan dihentikan tanpa suatu keputusan, atau diserahkan kepada pimpinan di atasnya, sedangkan untuk Muktamar atau Tanwir diserahkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
5. Apabila keputusan telah diambil, maka seluruh peserta musyawarah harus menerima keputusan tersebut dengan ikhlas dan tetap bertawakal kepada Allah SWT.

BAB VI
LAPORAN

Pasal 26
Laporan
Setiap Pimpinan berkewajiban untuk membuat laporan tentang keadaan IMM yang meliputi keorganisasian, gerakan, amal usaha, keuangan dan inventarisasi organisasi, termasuk pula laporan bidang atau lembaga khusus.
Laporan seperti dimaksud pada ayat 1 disampaikan kepada pimpinan di atasnya, dengan ketentuan; bagi Dewan Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang setiap 6 (enam) bulan, sedangkan bagi Pimpinan Cabang dan Komisariat setiap 3 (tiga) bulan.

BAB VII
KEUANGAN

Pasal 27
Keuangan
1. Keperluan IMM secara umum dibiayai bersama oleh Pimpinan Komisariat, Pimpinan Cabang, Dewan Pimpinan Daerah, dan Dewan Pimpinan Pusat.
2. Keperluan pimpinan IMM setempat dibiayai oleh Pimpinan yang bersangkutan berdasarkan keputusan musyawarah masing-masing.
3. Uang Pangkal dan Iuran Anggota besarnya ditentukan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
4. Distribusi Uang Pangkal dan Iuran Anggota diatur sebagai berikut:
a. 50% untuk Pimpinan Komisariat.
b. 25% untuk Pimpinan Cabang.
c. 15% untuk Dewan Pimpinan Daerah.
d. 10% untuk Dewan Pimpinan Pusat.
5. Untuk memeriksa keabsahan laporan keuangan dan harta kekayaan, diatur sebagai berikut:
a. Pemeriksaan dilakukan oleh tim verifikasi yang dibentuk sebelum permusyawaratan.
b. Tim Verifikasi di bentuk dari perwakilan pimpinan dibawahnya atau tim independen.
c. Ketentuan tentang pemeriksaan diatur dengan peraturan khusus yang ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
d. Hasil pemeriksaan dilaporkan dalam permusyawaratan.
6. Pengelolaan/penarikan keuangan diatur dalam peraturan khusus yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Pusat.

BAB VIII
PERATURAN KHUSUS DAN PEDOMAN KERJA

Pasal 28
Setiap pimpinan dapat membuat peraturan khusus dan pedoman kerja asal tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta peraturan yang dibuat pimpinan di atasnya.

BAB IX
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

Pasal 29
Anggaran Rumah Tangga ini dapat diubah oleh Muktamar dan atau Tanwir, dan perubahannya sah apabila disetujui oleh sedikitnya 2/3 (dua pertiga) dari peserta Muktamar dan atau Tanwir yang hadir untuk membicarakan hal tersebut.

BAB X
KETENTUAN LAIN

Pasal 30
1. Segala ketentuan peraturan yang ada masih tetap berlaku sebelum ada ketentuan atau peraturan baru menurut Anggaran Rumah Tangga ini.
2. IMM menggunakan tahun takwim, dimulai tanggal 1 Januari dan berakhir 31 Desember.
3. Pedoman administrasi diatur oleh Dewan Pimpinan Pusat.

BAB XI
PENUTUP

Pasal 31
1. Segala peraturan yang bertentangan dengan peraturan dalam Anggaran Rumah Tangga ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
2. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur lebih lanjut dengan peraturan yang dibuat oleh Dewan Pimpinan Pusat.

Pasal 32
Anggaran Rumah Tangga ini menjadi pengganti Anggaran Rumah Tangga sebelumnya, dan telah disyahkan oleh Muktamar XIV di Bandung Barat, Jawa Barat dan Mulai berlaku sejak disahkannya oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Ditetapkan di : Bandung Barat
Tanggal :
Bertepatan dengan tanggal :