Sejarah Kelahiran IMM
Ada dua faktor yang mendasari kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang terdapat dalam diri Muhammdiyah itu sendiri, sedangkan faktor ekstrenal yaitu faktor yang datang dari luar Muhamadiyah, khususnya umat Islam dan umumnya apa yang terjadi di Indonesia.Sejarah Kelahiran IMM
Ada dua faktor yang mendasari kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang terdapat dalam diri Muhammdiyah itu sendiri, sedangkan faktor ekstrenal yaitu faktor yang datang dari luar Muhamadiyah, khususnya umat Islam dan umumnya apa yang terjadi di Indonesia.
Faktor Internal, sebenarnya lebih dominan dalam bentuk motivasi idealis, yaitu suatu motif untuk mengembangkan ideologi Muhammadiyah, yakni faham dan atau cit-cita Muhammadiyah, sebagaimana kita ketahui bahwa Muhammadiyah pada hakekatnya adalah sebuah wadah (organisasi) yang cita-citanya, atau yang maksud dan tujuannya yaitu menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam, hingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai oleh Allah swt, (AD Muhamadiyah Bab II Pasal 3, saat itu). Dan dalam merefleksikan cita-citanya ini, muhammadiyah mau tidak mau harus bersinggungan dengan lapisan masyarakat yang beraneka ragam; ada masyarakat petani, ada masyarakat pedagang, masyarakat padat karya, msyarakat administratif, dan lain-lain termasuk di dalamnya masyarakat mahasiswa.
Persingguhan Muhamadiyah dalam menyaatalaksanakan maksud dan tujuannya, terutama terhadap masyarakat mahasiswa, cara dan tekhnisnya bukan secara langsung terjun menda’wai dan mempengaruhi mahasiswa yang berarti orang orang muhammadiyah khususnya para mubalighnya terjun ke kampus-kampus. Tetapi, dalam upaya ini, muhammadiyah memakai teknis dan taktik yang jitu, yaitu dengan menyedikan fasilitas yang memungkinkan bisa menarik animo mahasiswa untuk mempergunakan fasilitas yang disiapkannya.
Pada mulanya, para mahasiswa yang bergabung atau yang mengikuti jejak langkah Muhammadiyah oleh Muhammadiyah dianggapnya cukup bergabung dengan organisasi otonom yang telah ada dalam hal ini yaitu Nasyiatul Aisisyiah (NA) bagi yang putri (mahasiswa) dan pemuda muhammadiyah bagi yang mahasiswa. NA didirikan oleh Muhammadiyah/Aisisyah pada tanggal 27 dzulhijjah 1349 H/16 Mei 1931 M. Sedangkan pemuda Muhammadiyah berdiri pada tanggal 25 Dzulhijah tahun 1350 H/bertepan dengan tanggal 2 mei 1932.
Anggapan Muhamadiyah tersebut lahir pada saat muktamar muhammadiyah ke-25 (kongres seperempat abad kelahiran muhammadiyah) tahun 1936 di jakarta, yang pada saat ini dihembuskan pula cita-cita besar muhammadiyah untuk mendirikan universitas atau perguruan tinggi muhammadiyah, yang pada saat itu PP Muhamadiyah diketuai oleh KH. Hisyam (periode 1933-1937). Dapat dikatakan, bahwa anggapan dan pemikiran mengenai perlunya menghimpun mahasiswa yang sehaluan dengan muhammadiyah yaitu sejak kongres muhamamdiyah ke 25 tahun 1936 di Jakarta.
Namun demikian, keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa Muhammadiyah tersebut, akhirnya, para mahasiswa diberbagai Universitas/PT Negeri yang secara ideologis beritiba pada Muhamamadiyah, senang atau tidak senang, terpaksa bergabung dengan NA atau Pemuda muhammadiyah. Dan untuk perkembangan berikutnya, mereka yang di NA dan yang di pemuda Muhammadiyah atau Hisbul Wathan, merasa perlu adanya perkumpulan mahasiswa, yang secara khusus anggotanya terdiri dari mahasiswa Islam, dan alternatif yang mereka pilih, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang berdiri pada tahun 1947. di HMI inilah para mahasiswa yang Muhamadiyah bergabung bahkan turut aktif merintis dan mendirikan serta mengembangkannya. Bahkan sampai konon, ada tokoh muhammadiyah yang menyebutkan bahwa HMI adalah anak Muhamamdiyah, dalam arti membawa ideologi Muhamamdiyah. Prof. Dr. Afran Pane, seorang pencetus ide berdirinya HMI adalah orang Muhamadiyah yang diberi tugas khusus untuk menggiring HMI kepada pemahaman atau cita-cita dan ideologi keagamaan yang dianut Muhamadiyah, yang pada akhirnya memang ternyata banyak tokoh muhamadiyah yang turut aktif mengelola dan membina HMI.
Dahulu muhamadiyah secara kelembagaan turut mengembangkan HMI, baik dari segi moral maupun dari segi material. Yang di sebut terakhir ini, yakni muhammadiyah secara material turut membiayai aktivitas HMI dihampir setiap kongres atau aktivitasnya, terbukti dari hasil lacakan terhadap arsip-arsip PP Muhaamdiyah dan lembaga - lembaga amal usaha muhamamdiyah (terutama PTM-PTM dan Rumah sakit). Disinilah, sekali lagi bahwa bukan HMI yang turut menelorkan tokoh-tokoh dalam muhamamdiyah, muhamadiyah yang dulu turut aktif mengendalikan HMI.
Kenapa Muhamadiyah membantu perkembangan HMI ? di atas sudah disinggung, bahwa HMI dulu dirintis dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh pemuda muhamadiyah, yang diharapkan supaya HMI tetap konsisten dengan faham keagamaan yang dianut muhamadiyah untuk dikemudian dikembangkan dikalangan mahasiswa Islam. Namun akhirnya, HMI tidaklah seperti yang diharapkan oleh muhamamdiyah. Penekanan independensi yang dikembangkan HMI lama kelamaan tidak sesuai dengan independen yang dikehendaki muhamadiyah. Independensi HMI sekarang cenderung lebih liberal dalam segala aspek, segala aliran yang ada dalam sejarah teologi Islam bisa masuk ke dalam tubuh HMI. Sehingga ada kesan lain bahwa dalam HMI ada orang yang beraliran Asy’ariyah, ada yang beraliran Syiah, ada yang beraliran Mu’tazilah, ada pula yang beraliran nasionalisme, sekularisme, fluralisme, dan lain-lain. Sementara dalam muhamadiyah tidaklah demikian independensi muhamadiyah yang ditekankan pada kebebasan berpendapat tetapi kesatuan dalam berideologi Islam (baca Al-Quran-Sunnah), sehingga dalam Muhamadiyah tidak ada mazhab Syafi’i tidak ada mazhab Hambali, tidak ada pula mazhab-mazhab yang lain.
Melihat perekembangan HMI yang kian meluncur ke alam kebebasan ideologi tersebut, pimpinan pusat muhamadiyah memandang perlu menyelematkan kader-kader muhamadiyah yang masih berada dalam jenjang pendidikan atau pendidikan tinggi. Pada tangal 18 November 1955, muhamadiyah baru bisa membuktikan cita-citanya untuk mendirikan perguruan Tinggi yang sesungguhnya dicita-cita sejak tahun 1936. Dan dengan didirikannya perguruan Tinggi ini, maka PP. Pemuda Muhamadiyah melalui struktur kepemimpinannya dibentuk departemen pelajar dan mahasiswa, atau suatu departemen dimaksudkan untuk menampung pelajar dan mahasiswa muhammadiyah. Muktamar Pemuda Muhamadiyah ke-1 di Palembang pada tahun 1956, diantara keputusannya ditetapka yaitu “Langkah ke depan Pemuda Muhamamdiyah tahun 1956-1959”, dan dalam langkah ini ditetapkan pula usaha untuk menghimpun pelajar dan mahasiswa muhamadiyah, agar kelak menjadi pemuda muhamadiyah dan atau warga muhammadiyah yang mampu mengemban amanah.
Untuk lebih merealisasikan usaha PP muhammadiyah tersebut, maka lewat Konpida (Konferensi Pimpinan Daerah Pemuda Muhamadiyah ) se-Indonesia tanggal 5 shafar 1381 H/8 Juli 1961 M. Di Surakarta, antara lain memutuskan untuk mendirikan IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah). PP Pemuda Muhammadiyah, saat berlangsungnya Konpida ini, belum berhasil melahirkan organisasi khusus dikalangan mahasiswa muhamadiyah. Saat ini, masih ada argumentasi bahwa untuk mahasiswa muhammadiyah yang kurang berminat dalam struktur Pemuda Muhamadiyah yang diperbolehkan duduk dalam kepemimipinan atau keanggotaan Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Dan memang kepemimpinan IPM periode awal bahkan sampai sekarang lebih didominir oleh mereka yang sudah jadi mahasiswa, khususnya untuk ditingkat cabang, daerah dan wilayah serta pusat. Mereka yang masih berstatus sebagai pelajar seolah hanya boleh untuk kepemimpinan ditingkat ranting/kelompok.
Sehubungan dengan semakin berkembanganya perguruan tinggi Muhammadiyah dalam hal ini fakultas hukum dan filsafat di padang panjang yang berdiri pada tanggal 18 Nopember 1955 tetapi kemudian sehubungan adanya peristiwa PRRI kedua fakultas tersebut mandeg, dan kemudian berdiri di Jakarta dengan nama perguruan tinggi pendidikan guru yang kemudian setelah melalui kemajuan-kemajuan berganti dengan nama IKIP. Tahun 1958 fakultas yang serupa dibangun pula di Surakarta, di Yogyakarta berdiri Akademi Tabligh Muhamadiyah Jakarta. Jelasnya sejak tahun 1960, mulailah kegitan pendidikan Tinggi atau perguruan Tinggi Muhammadiyah berkembang, dan mahasiswa perguruan Tinggi muhamamdiyah pun mulai membanyak. Lantas pada tahun 1960-an inilah mulai santer ide-ide tentang perlunya penanganan khusus bagi mahasiswa muhamadiyah, dan pimpinan pusat pemuda Muhamadiyah pun mulai segera memikirkannya.
PP Pemuda Muhamadiyah yang oleh PP Muhamamdiyah dan amanat mukatamr ke 1-nya di Palembang (1965) dibebani tugas untuk menampung para mahasiswa yang seideologi dengan Muhammadiyah, segera membentuk “study Group” yang khsusus untuk mahasiswa. Dan dari studi ini, kemudian setelah melihat perkembangannya, dijadikanlah departemen yang khusus untuk mengembangkan study group ini. Sementara itu, para mahasiswa Universitas Mhammadiyah dari berbagai kota seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Medan, Ujung Pandang, dan Jakarta, menjelang Mukatamar Muhamadiyah Setengah Abad tahun 1962 di Jakarta, mereka mengadakan kongres mahasiswa muhammadiyah di Yogyakarta. Dan kongres inilah semakin santer upaya para tokoh Pemuda Muhamadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan supaya berdiri sendiri. Pada anggal 15 Desember 1963 mulai diadakan penjajagan, didirikannya lembaga Da’wah mahasiswa yang dkoordinir oleh Ir. Margono, dr. Soedibyo Markus dan Drs. Rosyad Sholeh. Sedangkan ide pembentukannya yaitu dari Drs. Moh Djasman yang saat itu duduk sebagai sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah.
Sementara itu, desakan untuk segera membentuk organisasi khusus mahasiswa muhammadiyah, datang pula dari para mahasiswa Muhamadiyah yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z. Suherman M. Yasin, Sutrisno Muhdam, dan lain-lain yang saaat itu temasuk pula pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dengan semakin banyaknya desakan tersebut, maka PP Muhamadiyah segera memohon restu kepada PP Muhamadiyah yang saat itu diketuai oleh H. A. Badawi, dengan penuh bijaksana dan ke’arifan, akhirnya PP Muhamadiyah menerima usulan untuk mendirikan organisasi yang khusus untuk mahasiswa Muhammadiyah. Drs. Moh Djasman selaku saat itu mengusulkan nama yang tepat yaitu Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM), tepat pada tanggal 29 Syawal 1384 H/14 Maret 1964, PP Muhammadiyah menunjuk Drs. Djasman sebagai formatur tunggal dengan anggota-anggotanya A. Rosyad Sholeh, Soedibyo Markus, Moh. Arief Zukabir, Sutrisno Mihdam, Syamsu Udaya Nurdin, Nurwijoyo Sarjono, Basri Tambun, Fatuhrahman, Soemarwan, Ali Kiyai Demak, Sudar, M. Husni Thamrin, M. Susanto, Siti Ramlah, Deddy Abu Bakar.
Sehubungan dengan hal tersebut, selama ini kita mengenal bahwa pendiri IMM adalah Moh. Djasman Al-Kindi tetapi yang benar, Moh. Djasman, adalah hanya seorang koordinator dan sekaligus ketua pertama. Sedangkan pendirinya, dalam pimpinan pusat Muhammadiyah atas desakan atau usulan kongres Mahasiswa Muhamadiyah yang dilaksanakan oleh pimpinan pusat Pemuda Muhamadiyah yang saat itu ketua umum M. Fachurazi dan sekretaris Umum Moh Djasman. Kemudian Moh Djasman sebagai koordinator bersama anggota-anggotanya sebagaimana tersebut di atas itulah yang menggiring Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) melaksankan Munas (mu’tamar) I tanggal 1-5 Mei 1965, yang menelorkan Deklarasi Kota Barat (Solo) 1965 yang isi deklarasi tersebut yaitu :
1. IMM adalah gerakan mahasiswa Islam
2. Kepribadian Muhamdiyah, adalah landasan perjuangan muhamadiyah
3. Fungsi IMM, adalah sebagai gerakan eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (stabilisator dan dinamisator)
4. Ilmu, adalah amaliyah IMM dan amal adalah ilmiyah IMM
5. IMM adalah organisasi yang sah mengindakan segala hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah negara yang berlaku
6. Amal IMM, dilahirkan dan diabadikan untuk kepentingan agama, Nusa dan bangsa.
Selanjutnya, termasuk juga faktor intern dalam melahirkan Ikatan Mahasiswa (IMM) yaitu adanya motivasi etis dikalangan keluarga besar Muhamadiyah, dalam usaha mencapai maksud dan tujuan muhamadiyah, seluruh jajaran keluarga besar muhamadiyah. Dalam usaha mencapai maksud dan tujuan muhamadiyah, seluruh jajaran keluarga besar muhamadiyah, baik yang berada dalam kepemimpinan ataupun yang masih jadi anggota dan simpatisan, baik yang berada dalam kelas orang tua, kelas orang muda, kelas remaja maupun kelas anak-anak, semuanya harus mampu hidup dalam lingkungannya dengan mengetahui sekaligus memeliharannya. Bagi para mahasiswa muhamadiyah, yang berada ((berkuliyah) di dalam perguruan Tinggi Muhammadiyah maupun perguruan lainnya, dengan motivasi etis ini harus memahami lingkungan tempat (kampus) perkuliannya. Sehingga, dengan motivasi etis ini harus memahami lingkungan tempat (kampus) perkuliyahannya. Sehinga, dengan motivasi etis ini, mereka (para mahasiwa Muhamadiyah) terdorog untuk melakukan da’wah amar ma’ruf nahi mungkar, yang salah satu jalannya yaitu mengajak teman-temannya untuk ikut serta mencipta diri sebagi orang yang bersedia membantu mewujudkan masyarakat yang diinginkan oleh muhammadiyah, yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi agma Islam yang bersumber langsung al-Quran dan sunah rasulullah SAW. Penegasan motivasi etis ini, sesungguhnya merupakan interpretasi rasional dari pada yang dikehendaki Alah SWT lewat firman-Nya yang antara lain terdapat dalam al-Qur’an surat Al-imran : 104.
2. Faktor eksternal, yang dimaksudkan faktor ini, yaitu sebagian telah disebut di atas, yaitu faktor diluar muhammadiyah, baik yang terjadi dalam diri umat Islam secara umum, maupun yang terdapat dalam sejarah pergolakan bangsa Indonesia. Yang terjadi dikalangan umat Islam, yaitu masih menyuburnya tradisi-tadisi yang sesungguhnya tidak lagi cocok dengan ajaran Islam murni khususnya dan juga tidak lagi sesui dengan perkembangan zaman. Di sana sini umat Islam, termasuk dikalangan mahasiswanya masih terlena dengan pratek-praktek peribadatan yang penuh dengan bid’ah, khurafat, dan tahayull. Kepercyaan-kepercayaan mantra-mantra para dukun masih membudaya, terhadap tempat-tempat yang dianggap kramat pun masih digemari, terhadap fatwa-fatwa para kiyai yang sesungguhnya kadang kala tidak di landasi dalil-dalil qathi masih dianggap sebagai fatwa-fatwa para kiyai yang sesungguhnya kadangkala tidak dilandasi dalil-dalil qathi masih dianggap sebagai fatwa yang suci, dan masih banyak lagi aktifitas ritualis yang mencerminkan siskritistik dan bahkan animastik.
Dampak yang jelas ada gara-gara budaya masyarakat Islam termasuk mahasiswa yang seperti tersebut itu, adalah semakin menancapnya keterbelakangan dan atau kebodohan. Sehingga, kendatipun negara saat itu sudah merdeka, tapi kemerdekaanya masih dalam arti sempit. Asal mereka sudah sholat, zakat, puasa, beres, tidak ada masalah. Ancaman ideologis komunis, yang sesungguhnya sangat berbahaya bagi keutuhan beragama dan bernegara, masih diabaikan. Mereka, lantaran pengaruh-pengaruh dari kepercayaan-kepercayaan dan keterbelakangan serta kebodohannya itu, banyak sekali yang tergelincir terjun sekaligus menjadi pendukung setia ideologi komunis itu. Akibatnya, kemarajelalan komunis semakin menampak dan mengikat, yang gilirannya Bung Karno sebagai presiden kelihatan benar-benar tergoda oleh bujuk rayu kominis. Yang giliran berikutnya partai-partai Islam di segel bahkan dibubarkan. Masyumi sendiri susah kena getahnya begitu pula PSI (Partai Sosialis Islam) dibubarkan pada tahun 1960.
Di samping itu, pergolakan organisasi-organisasi mahasiswa di tahun 1950-an sampai terjadinya G.30 S/PKI 1965, kelihatan menemui jalan buntu dalam mempertahankan partisipatifnya dalam era kemerdekaan RI, terutama sejak kongres mahasiswa Indonesia 8 Juni 1947 di Malang yang terdiri dari HMI, PMKRI, PMKI, PMJ, PMD, MMM, PMKH, dan SMI (Himpunan Mahasiswa Islam, Persatuan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia, Persatuan Mahasiswa Kristen Indoenesia, Persatuan Mahasiswa Jogja- Djakarta, Masyarakat Mahasiswa Malang, Persatuan Mahasiswa Kedokteran Hewan, Serikat Mahasiswa Indonesia), yang kemudian berfungsi menjadi PPMI (Perserikatan Perhimpunan - Perhimpunan Mahasiswa Indoensia). Dan PPMI yang independen ini pada mulanya memang kompak sebagai penggalang kekuatan anti imperealisme, tetapi setelah melaksanakan konferensi mahasiswa Asia Afrika di Bandung 1957 yang merupakan prestasi puncak dari PPMI, masing-masing organisasi memisahkan diri. Ini, gara-gara dalam tubuh PPMI pada tahun 1958 telah menerima anggota baru yaitu : CGMI (Selundupan dari PKI). Badan kongres Mahasiswa Indoensia (BKMI) yang terdidiri dari selain PPMI yaitu : PMID (Persatuan Mahasiswa Idonesia Djakarta) HMD (Himpunan Mahisiswa Djakarta), MMB (Masayarakat Mahasiswa Bogor) PMB (Perhimpunan Mahsiswa Bandung) GMS (Gerakan Mahasiswa Surabaya) dan GMM (Gerkan Mahasiswa Makasar), gara-gara CGMI, maka banyak yang memisahkan diri dari PPMI tersebut, akhirnya, masing-masing usur bercerai-berai mencari keselamatan sendiri-sendiri bahkan konon akhirnya banyak pula yang membubarkan diri sebelum PKI membubarkannya, atau jelasnya yaitu karena pengaruh-pengaruh yang lahir dari CGMI dan atau PKI sejak tahun di masukinya yaitu 1958 maka akhirnya disekitar bulan oktober 1965 setelah PKI dilumpuhkan PPMI secara resmi membubarkan diri.
Sesungguhnya sebelum PPMI membubarkan diri, antara tahun 1964-1965 masing-masing organisasi mahasiswa yang berfungsi ke dalam PPMI yaitu : PMID, HMD, MMD, PMB, GMS, GMM, HMI, PMKRI, PMKI/GMKI, PMD, PMI, PMKH, dan SMI) tersebut saling djorjoran atau sok revolusioner, terutama setelah CGMI (PKI) masuk ke dalamnya. CGMI (PKI) kelihatan semakin besar pengaruh dan kemampuanya untuk membujuk para penguasa termasuk Bung Karno. HMI yang saat itu juga turut berlomba merevolusionerkan diri mejadi sasaran CGMI/PKI yang akhirnya HMI hampir-hampir rampuh karena memang PKI dalam hal ini para pendukungnya senantiasa mengeluarkan yel-yel untuk supaya HI dibubarkan. dengan demikian, HMI pun semakin bringas untuk memperkokoh sayangya, semakin gesit bertindak membela diri dengan keluyuran ke sana kemari mencari pembela untuk memperkuat supaya dirinya tidak mempan terhadap serangan PKI yang berusaha membubarkannya.
Pada saat-saat HMI semakin terdesak itulah Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah (IMM) lahir tepatnya yaitu pada tanggal 29 syawal 1384H/14 Maret 1964 M. Inilah sebabnya ada persepsi yang keluar bahwa IMM lahir untuk persiapan sebagai penampung anggota-anggota HMI manakala terjadi dibubarkan. Persepsi yang keliru ini menghubung-hubungkan HMI dengan Muhamadiyah sebagaimana tersebut di atas, bahwa HMI pada mulanya didirikan oleh orang-orang Muhammadiyah maka kalau HMI dibubarkan secara otomatis muhamadiyah harus menyediakan wadah lain selain HMI. Logikanya, menurut persepsi ini berarti IMM tidak perlu lahir karena tenyata HMI berhasil mempertahankan diri dan tidak jadi dibubabarkan oleh PKI.
Jelas, kalau diperhatikan, sejarah pergolakan organisasi-organisasi mahasiswa yang secara singkat tersebut diatas, maka anggapan dan atau klaim yang mengatakan bahwa IMM lahir karena HMI akan dibubarkan adalah anggapan yang keliru dan anggapan yang lahir karena kurang cerdas dalam memberi interpretasi terhadap fakta dan data sejarah. Sebliknya justru yang benar dan rasional, yang berlandaskan fakta dan data sejarah, adalah bahwa kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhamdiyah salah satu faktor historisnya yaitu, untuk membantu eksistensi HMI supaya tidak mempan dengan usaha-usaha PKI yang akan membubarkannya. Sekali lagi, bahwa kelahiran IMM salah satu maksudnya adalah untuk membantu dan atau turut serta mempertahankan HMI dari usaha-usaha komunis yang berniat jahat mau membubarkan HMI. Dan ini, sesui denga sifat IMM itu sendiri yang akan senantiasa bekerjasama dengan organisasi mahasiswa Islam lainnya dalam upaya beramar ma’ruf Nahi Mungkar yang jadi prinsip dasar perjuangannya.
Itulah sejarah kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhamdiyah (IMM) yang dapat kita lacak dari segi intern maupun segi ekstern. Hasil lacakan ini jelas memberi ilmu kepada segenap peminat sejarah IMM untuk meyakinkan diri bahwa IMM lahir memang merupakan kebutuhan bangsa dan negara guna turut berpartisipasi aktif dalam rangka mengisi dan memberi bobot kemerdekaan republik Indoensia di bawah naungan Pancasila dan UUD 1945.
Karena IMM merupakan kebutuhan intern dan ekstern itu pulalah, maka tokoh-tokoh Pemuda Muhamadiyah yang sebelumnya bergabung dengan HMI mereka kembali sekaligus membina dan mengembangkan Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah. Dari sini, ada klaim bahwa IMM dilahirkan oleh HMI. Jelas, klaim inipun keliru mereka yang dulu turut mengembangkan HMI, disebabkan karena IMM belum dilahirkan. Dan keterlibatan mereka dengan HMI, hanyalah sekedar mengembangkan ideologi Muhamadiyah. Bukti nyata niat mereka ini yaitu bahwa untuk dan setelah sekian lama mereka bergabung dengan HMI ternyata HMI yang suah dimasuki oleh kalangan mahasiswa dari berbagai unsur ormas ke-Islaman itu pada akhirnya berbeda bahkan berbeda dengan orientasi Muhammdiyah.Karennya, satu hal yang wajar kalau kemudian mereka berbalik atau kembali ke Muhamadiyah sekaligus turut mengembangkan IMM. Walaupun tidak semuanya begitu tetapi ini satu hal yang susah untuk dihindari, hampir disetiap daerah, termasuk DKI Djakarta, DIY, Riau, Unjung Pandang (Sulsel), Sumbar, dll, di sana ada yang telah bergabung dengan HMI kemudian hijrah ke IMM yang lahir kemudian.
Yang perlu dicatat untuk mengikut klaim tersebut yaitu para aktifis-aktifis PP Pemuda Muhamadiyah dan NA yang ikut mengusahakan berdiri atau lahirnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, adalah mereka yang betul-betul tidak pernah terlibat dalam aktifitas HMI, atau tidak pernah masuk HMI atau tidak pernah bergabung dengan HMI. Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah murni didirikan oleh PP Muhamadiyah yang pada saat itu diketuai oleh H. A. Badawi.
Sejak lahir —14 Maret 1964 (29 Syawwal 1384), IMM sudah mengambil 3 wilayah gerakan, yakni memfokuskan pada keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. Gagasan untuk mengambil peran kemasyarakatan itulah yang membedakan IMM dengan organisasi mahasiswa lainnya. Ketika itu sebagian besar gerakan mahasiswa hanya concern di bidang kemahasiswaan dan keagamaan saja. Bahkan sebagian ada yang mengambil peran kebangsaan atau politik, yang itu kemudian berujung pada kematian organisasi dan pembusukan gerakan dakwah.
Untuk lebih memahami apa dan bagaimana IMM, berikut penegasan identitas IMM yang ditanda tangani oleh KH. Ahmad Baidawi;
1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa (sosial) Islam;
2. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM.
3. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah.
4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi yang sah yang mengindahkan segala hukum dan undang undangan, peraturan serta dasar dan falsafah negara.
5. Menegaskan bahwa kerangka fikir kader adalah ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah;
6. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lillahi ta’ala dan seenantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Dari penegasan identitas di atas dapat diketahui bahwa; pertama, IMM merupakan gerakan mahasiswa Islam; kedua, IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (atau lebih dikenal sebagai Ortom). Sementara itu kita dapat menemukan pula bahwa epistemologi berfikir IMM adalah ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah. Dan poin terakhir kita dapat mengetahui landasan gerakan IMM, yakni lillahi ta’ala dan seenantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Secara umum IMM memiliki tiga bentuk pergerakan; 1) IMM sebagai gerakan Mahasiswa; 2) IMM sebagai gerakan dakwah; dan 3) IMM sebagai organisasi kader. IMM sebagai Gerakan Mahasiswa (GM) bergerak secara kritis, menjadi oposisi penguasa, membela rakyat mustad’afîn. IMM sebagai Gerakan Dakwah (GD), lebih dimaksudkan menjadi garda perjuangan umat Islam. Menghadirkan doktrin Tuhan yang melangit ke bumi. Menjadikan Qur’an berbicara tentang kemanusiaan, kemerdekaan dan pembebasan. IMM sebagai Organisasi Kader (OK), berperan menciptakan akademisi Islam yang siap menjadi pemimpin, baik untuk Ikatan, Persyarikatan Muhammadiyah, dan tanah air tercinta ini.
Dalam AD/ART sudah ditegaskan bahwa tujuan IMM adalah mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Kalau Muhammadiyah dalam Muktamar di Malang yang lalu mengusung visi Pencerahan Peradaban, maka tugas IMM adalah membentuk akademisi Islam yang berahlak mulia untuk pencerahan peradaban.
Yang diinginkan dari Akademisi Islam yang berakhlak mulia adalah dekonstruksi sepirit egoisme beragama. Kita hidup bukan untuk mencari surga, namun disuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran. Tidak ada satupun ayat dalam Qur’an yang memerintahkan kita hidup di dunia untuk mengejar surga. Yang ada tegakan sholat, keadilan, berbuat yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Adapun surga dan neraka hanya merupakan ganjaran, dan bukan tujuan.
Para Pendiri IMM
Komposisi Dewan Pimpinan Pusat Produk Musyawarah Nasional (mu’tamar) ke-1 ini di Solo yaitu sebagai berikut :
Ketua Umum : Mohammad Djazman Al-Kindi
Wakil Ketua : A. Rosyad Sholeh
Wakil Ketua : Moh. Amien Rais
Wakil Ketua : Soedibjo Markoes
Wakil Ketua : Zainuddin Sialla
Wakil Ketua : Sofyan Tanjung
Wakil Ketua : Marzuki Usman
Sekretaris Jenderal : Sjamsu Udaya Nurdin
Wakil Sekjen : Bahransjah Usman
Wakil Sekjen : Sugiarto Qosim
Bendahara Umum : Abuseri Dimiyati
Anggota-Anggota : Mohammad Arief
Yahya A. Muhaimin
Ummi Kalsum
Aida saleh
Sukiriyono
Zulkabir
Tabrani Dris
Zulfaddin Hanafiah
N. Adnan Razak
Djaginduang Dalimunthe
Bachtiar Achsan
Muhammad Ichsan
Biro Organisasi dan Kader : A. Rosyad Sholeh
Biro Politik dan Lembaga Pengembangan Ilmu (LPI) : Moh. Amien Rais
Yahya A. Muhaimin
Departemen Penerangan : Marzuki Usman
Departemen Keputrian : Ummi Kalsum
Aida Saleh
Lembaga Penyiaran Islam : Soedibjo Markoes
Moh. Arief
Departemen Kesejahteraan Lembaga Seni dan Budaya : Abdul Hadi WM
Falsafah Gerakan
Kesadaran kolektif yang menggerakkan roda organisasi berporos pada akar falsafah ekstistensinya. Untuk itu, falsafah gerak merupakan representasi kesadaran historis yang mengisi semangat zaman pada konteksnya. Secara verbal, abstraksi falsafah gerak tersebut dapat ditemukan pada setiap rumusan identitas, hakekat maupun tujuan kehadiran sebuah organisasi. Yang disadari sejak awal adalah bahwa rumusan-rumusan itu merupakan rancang bangun dari imajinasi kolektif. Inilah seruan primordialitas setiap gerakan yang dalam term new social movement dikenal dengan theology of hope ini dipicu oleh keyakinan ideologis yang berbasis keyakinan agama.
Dalam kaitan ini, wancana moralitas, kebebasan dan tanggung jawab intelektual merupakan diskursus fundamental dalam gerakan-gerakan sosial, termasuk di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Tri kompetensi dasar kader (spiritual, inteletual, humanitas) merupakan wancana identitas yang harus terus mendapat afirmasi sekalugus konfrontasi dari problem-problem kesejahteraan sehingga menemukan jasad imajinasi untuk membumikan theology of hope Ikatan. Kalau kita menyusuri berbagai dokumen, piagam pernyataan maupun deklarasi IMM akan ditemukan satu penegasan bahwa IMM adalah gerakan kemahasiswaan Islam yang menempatkan diri pada garda gerakan moral-intelektual berbasis kerakyatan (populer intellectual).
Membicarakan falsafah gerakan moral dalam wancana theology of hope mendesakkan sebuah kajian kritik sejarah untuk mengungkap beban-beban historis serta tanggungjawan profetik kelahiran IMM. Pemaknaan gerakan moral akan dengan sendirinya meniscayakan pergeseran, modifikasi bahan perubahan konsep yang radikal. Selama ini, moralitas biasa dilekatkan dengan pandangan keagamaan yang dominan padahal bersifat parsial, misalnya mainstream fikih dan teologi. Tafsir moralitas ini menimbulkan efek domino terhadap penyempitan ruang kebebasan dan kekaburan tanggung jawab intelektual. Sehingga yang terjadi ialah artikulasi gerakan moral intelektual IMM sering berada pada ruang hampa yang kosong dari pemihakan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat banyak.
Gagasan moralitas dalam gerakan sosial tidak bisa dilepaskan dari cita-cita kebebasan itu sendiri. Pengungkit gerakan yang akan menyingkap tabir-tabir anomali sosial terletak pada moralitas kebebasan. Namun proses kaderisasi yang selama ini dijalankan telah menyisakan semacam doktrin bahwa moralitas kebebasan harus disubordinasikan oleh otoritas tertentu (baca: tafsir keagamaan). Dengan ungkapan lain, kebebasan tidak bisa keluar dari wilayah-wilayah otoritas keagamaan yang sebenarnya interpretatif. Alan Wolfe dalam Moral Freedom (2002:200) menyatakan :
Moral freedom involves the sacred as well the profane; it is freedom over the things that matter most. The ulimate implication of the idea of moral freedom is not that people are created in the image of adalah higher authority has to tailor its commandments to the needs of real people.
Falsafah moralitas dan kebebasan dalam theology of hope ikatan seharusnya melampaui wilayah normativitas menuju kancah sosial empirik yang menjadi medan kebutuhan dasar manusia. Selama ini artikulasi gerakan intelektual IMM terlalu dominan berkutat pada ranah moralitas teks dan belum bersinggungan dengan kepentingan praksis-liberatif-emansifatoris. Padahal falsafah keberimanan kader ikatan ialah ilmu adalah amaliah, dan amal adalah ilmiah. Sehingga keilmiahan amal sosial kader IMM hanya bisa di ukur oleh skala kepentingan publiknya. Menyitir hadist Nabi Muhammad, sebaik-baiknya manusia adalah orang yang memiliki nilai manfaat untuk masyarakat.
Dengan begitu, theology of hope IMM adalah komitmen kemanusiaan melalui artikulasi intelektual yang berbasis kerakyatan. Pada hakekatnya, falsafah gerakan memanifestasikan hasrat imajinasi pada kurun tertentu. Menginjak usia ke 40 tahun sudah saatnya IMM melakukan penegasan identitas sekaligus radikalisasi imajinasi yang berorientasi pada pembebasan, pencerahan, dan advakasi anomali-anomali sosial untuk konteks kekinian, sebagaimana diingatkan Noam Chomsky;
Identitas IMM
Bismillahirrahmanirrahim
Untuk terus mengembangkan hidup dan kehidupan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah serta amal geraknya maka perlu ditegaskan identitas IMM sebagai berikut :
- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah organisasi kader yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyrakatan dan kemahasiswaan dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
- Sesuai dengan gerakan Muhammadiyah maka Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah memantapkan gerakan dakwah di tengah-tengah masyarakat khususnya di kalangan mahasiswa.
- Setiap anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus mampu memadukan kemampuan ilmiah dan akidah.
- Oleh karena setiap anggota harus tertib dalam ibadah, tekun dalam study dan mengamalkan ilmunya untuk menyatalaksanakan ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Allah SWT.
PENJELASAN IDENTITAS IMM
I. Pengalaman sejarah mengajarkan kepada kita bahwa suatu organisasi didalam melintasi perjalanan hidupnya akan bergerak secara mantap apabila identitas atau kepribadiannya atau syakhsyiahnya nampak jelas dan tegas.
Selama identitas itu masih kabur maka “raison de etre” dari organisasi itu akan tetap dipersoalkan yakni apakah organisasi itu mampu menjawab tantangan jamannya atau tidak. Selain itun masih juga dipersoalkan apakah organisasi itu dengan identitasnya Assuoh benar-benar dikembangkan untuk merealisir idea kelahirannya.
Hal seperti ini berlaku pula dengan ikatan kita, yang bertujuan mebentuk akademisi islam yang berkahlaq mulia dalam rangka mewujudkan tujuan muhammadiyah, maka perlu identitas dirumuskan dalam suatu formulasi yang jelas, namun harus diingat bahwa identitas ini harus inherent dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sejak ia lahir di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia.
Dalam pada itu harus diingat pula identitas dengan adanya identitas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang telah dirumuskan di atas sama sekali tidak tergantung makana bahwa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah memiliki kepribadian berbeda dengan kepribadian Muhammadiyah, sehingga seolah-olah memiliki kepribadian ganda. Kepribadian Muhammadiyah adalah secara concerent juga kepribadian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, akan tetapi karena fungsi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai exponen mahsiswa dalam tubuh Muhammadiyah memiliki ciri-ciri khusus.
Dan sebagai Ikatan dari Mahasiswa Muhammadiyah ia juga memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari perkumpulan mahasiswa lainnya. Ciri-ciri khusus yang membedakannya dari organisasi mahasiswa lain itulah yang dirumuskan dalam identitas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
II. Dalam gerak perjuangan didalam bidang keagamaan, kemasyrakatan dan kemahasiswaan untuk mencapai tujuan Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah telah meletakkan beberapa dasar falsafah, bagi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dasar falsafah yang dipegang adalah :
- Semua amal geraknya harus diabdikan untuk Allah semata.
- Keikhlasan harus senantiasa menjadi landasan geraknya.
- Ridho Allah SWT, harus menjadi ghayah terakhirnya, karena tanpa ridho-Nya tidak akan pernah ada sesuatu hasilnya yang bisa dicapai.
- Tenaga perbuatan (power of action) sangatlah menentukan karena nasib kita akan banyak tergantung akan usaha dan perbuatan kita sendiri.
- Falsafah Al-Ghayatu yabarriru al-washilah atau apa yang disebut “the oad justifies the means” haruslah disingkirkan jauh-jauh karena tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi yang berpegang teguh pada ajaran nilai-nilai Islam penyakit kelelsuan berorganisasi atau perebutan jabatan dalam organisasi tidak bolah terjadi karena tujuan akhir perjuangan kita sekali lagi adalah ridho Allah dan bukan selainnya. Keikhlasan berjuang memang sengaja ditekankan, karena itu merupakan pokok bagi keberhasilan usaha kita, disamping itu selalu menjadi benteng yang kuat terhadap penyakit-penyakit patah semangat dan lain-lain kiranya sangat baik rangkaian kata-kata berikut selalu kita ingat :
- Semua orang pada hakekatnya mati kecuali yang berilmu.
- Semua yang berilmu akan bingung kecuali yang beriman.
- Semua yang beriman akan rugi, kecuali yang beramal shaleh.
- Semua yang beramal shaleh akan kecewa dan menyesal, kecuali yang ikhlas.
III. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah organisasi kader, jadi bukan organisasi massa. Pengertian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi kader harus ditafsirkan bahwa setiap Mahasiswa yang akan menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tidak cukup hanya dengan memehami dan menyetujui AD dan ART Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah saja, akan tetapi ia harus bersedia dan sanggup mendukung secara aktif cita-cita dan program organisasi serta selalu berusaha untuk melaksanakan tuntutan-tuntutannya.
Konsekuensi logis dari watak organisasi kader yang demikian adalah mutlaknya pelaksanaan konsolidasi, kaderisasi dan kristalisasi yang bagi IMM 3 K merupakan organisasi “pourtujuors” atau kegiatan rutin bagi dirinya selain itu pengertian IMM kader ialah Muhammadiyah yakni intelegensia atau ulama yang akan menjadi tulang punggung dari pergerakan di lingkungan Muhammadiyah, IMM adalah pelopor, pelangsung, dan pelaksana amal usaha Muhammadiyah.
IV. Sikap daripada gerakan IMM adalah sama dengan Muhammadiyah, yakni gerakan adkwah islamiyah (amar makruf nahi mngkar). Sudah barang tentu usaha serta perjuangannya adalah sesuai dengan keadaan/kadar kemampuannya. Dalam uasaha-usaha yang besar, ia harus menggabungkan kekuatannya dengan Muhammadiyah, bahkan kadang-kadang harus sudah puas menjadi kekuatan suplementer bagi Muhammadiyah, pola-pola gerakan IMM pada pokoknya juga sama dengan perjuangan Muhammadiyah yakni :
- Pembinaan aqidah
- Penyebar luas ilmu ajaran-ajaran islam,
- Penyatalaksanaan amalan-amalan islam.
V. Setiap anggota IMM harus sanggup memadukan kemampuan ilmiah dan aqidah Islam penjelasan dari pengertian ialah bahwa selama studi setiap anggota IMM harus berusaha mencapai kemapuan ilmiah dibidangnya masing-masing sebaik mungkin sambil mengintegrasikan kemampuan ilmiah itu dengan aqidah guna persiapan perjuangan diamas depan. Oleh karena perjuangan yang panjang yang sesungguhnya (yakni lebih berat) akan kita hadapi di masa past studi atau setelah berakhirnya mahasiswa/kuliah. Kemampuan yang dipadukan dengan aqidah yang kokoh kiranya akan menentukan penyelamatan Islam dizaman modern ini. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa salah satu permasalahan sentral yang dihadapi dunia Islam dan umatnya dari serbuan isme-isme, kultur dan perdaban non Islam terutama yang datang dari barat. Biasanya masyarakat Islam dalam menghadapi serbuan itu terpecah menjadi tiga golongan :
- Pertama : kaum konservatif, yang berpendirian umat islam bisa menyelamatkan dirinya dari pengaruh-pengaruh non Islam asal mau tetap berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional yang sudah ada. Demikian pula gaya dan cara yang sudah estabished harus tetap diawetkan, karena dengan (hanya) inilah kemurnian Islam dijaga.
- Kedua : kaum dinamis yang beranggapan bahwa karena umat Islam sudah ketinggalan zaman dibandingkan dengan bangsa-bangsa barat maka, untuk mengejar ketingglan itu jalan satu-satunya adalah bersumber cultur barat dari semua segi-seginya. Mudah kita bayangkan kaum modernis ini kehilangan identitasnya sebagai islam kendatipun masih mendewakan dirinya sebagai seorang muslim tulen.
- Ketiga : kaum renaissance yang berkeyakinan bahwa islam pasti bisa menjawab persoalan-persoalan zaman asalkan umat islam sendiri sanggup menegakkan islam secara konsekuen. Kaum ini selalu berusaha menterjemahkan ajaran-ajaran islam menjadi realistis ditengah-tengah masyarakat modern, tidak isolatip dan tidak pula apriori terhadap kultur barat.
Jadi keharusan setiap anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dalam tertib ibadah dan tekun dalam studi, taqwa dalam pengabdiannya kepada Allah SWT. Ibadah adalah masalah pokok dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah terutama didalam kifayahnya yang benar senantiasa berjamaah. Kita harus sanggup melenyapkan kenyataan yang begitu ironis dilingkungan kita. Tekun dalam studi diharapkan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah mampu menyelesaikan studi dengan kapasitas yang baik dan tepat waktu.
Terakhir, pengalaman ilmu bagi kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merupakan kewajiban belajar (menuntut Ilmu), oleh karena trilogi kita adalah belajar, beramal, berjuang.